NEWS

Sri Mulyani Ajak Negara Sahabat Rumuskan Taksonomi Hijau

Peran sektor finansial penting untuk turunkan emisi karbon.

Sri Mulyani Ajak Negara Sahabat Rumuskan Taksonomi HijauMenteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri B20 WiBAC di Jakarta, Jumat (17/6)/ FORTUNE INDONESIA/DESY Y.
13 July 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan berbagai negara perlu duduk bersama untuk merumuskan taksonomi yang tepat dalam mendukung pengembangan keuangan berkelanjutan dan transisi energi.

Pasalnya, permasalahan emisi karbon yang jadi pangkal perubahan iklim bukan melampaui batas negara atau kawasan. Dalam hal penyelenggaraan pasar karbon, misalnya, transaksinya dapat berlangsung antar negara sehingga perlu ada regulasi khusus yang dapat menjamin efektivitasnya dalam menekan emisi. 

"Ini salah satu agenda yang akan dibahas (dalam G20) dan sudah dibahas di Asean dan akan terus dibahas adalah untuk mencari taksonomi yang tepat, tidak hanya untuk masing-masing negara tetapi untuk negara lain karena pasar karbon tidak memiliki batas," ujarnya dalam webinar bertajuk "Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia", Rabu (13/7).

Pasar karbon sendiri, kata Sri Mulyani, menjadi salah satu instrumen yang bisa diandalkan untuk mereduksi CO2 sekaligus memobilisasi pendanaan untuk transisi energi. Sebab, tiap CO2 yang dihasilkan baik oleh perorangan maupun perusahaan diganjar dengan harga tertentu--yang hasilnya juga dapat digunakan untuk proyek-proyek hijau--dan membuat mereka berpikir ulang untuk memproduksi emisi.

"Jika Anda selalu dapat terus memproduksi CO2 tanpa konsekuensi apa pun dan tanpa harga, maka tidak ada orang yang memiliki inisiatif untuk mengurangi CO2. Ketika Anda memasang harga maka semua orang tiba-tiba menyadari bahwa ini adalah polusi yang buruk, dan itulah diskusi mengenai pasar karbon, di mana ketika Anda membuat pasar untuk karbon maka harganya dapat dikutip," jelasnya.

Terkait pembahasan taksonomi antar negara ke depan, Indonesia akan memulainya dengan menginisiasi topik ini sebagai prioritas pembahasan saat menjabat sebagai Ketua Asean tahun depan

Di dalam negeri sendiri, lanjut Sri Mulyani, Kementerian Keuangan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) terus berkoordinasi dan berdiskusi mengenai taksonomi yang tepat. 

Ini juga merupakan bentuk komitmen Indonesia untuk mengurangi CO2 dan menangkal ancaman perubahan iklim. Indonesia juga bekerja keras dengan cara yang kredibel untuk mewujudkan komitmen tersebut. Dan melakukannya dengan cara yang kredibel bukanlah tugas yang mudah dan sederhana, karena memerlukan koordinasi dan kerja sama baik di dalam negeri maupun bersama mitra kami di level global," katanya.

Pentingnya keterlibatan sektor keuangan

Dalam kesempaten tersebut, dia juga menyampaikan bahwa sebelumnya pembicaraan tentang perubahan iklim hanya dihadiri dan didominasi oleh para pemerhati lingkungan dan lembaga atau tingkat kementerian lingkungan saja, dan sektor keuangan tidak pernah masuk dalam agenda pembahasan.

Namun, sejak UNFCCC digelar di Bali pada 2007, Indonesia justru menginisiasi dan menempatkan aspek finansial dalam konteks diskusi, pembicaraan, dan bahkan ke tahap negosiasi terkait perubahan iklim. Hal ini menurutnya membuat pembicaraan mengenai masalah iklim menjadi lebih progresif karena tiap negara dapat dengan terbuka membahas kemungkinan biaya yang muncul dan bagaimana mendanainya.

"Kemudian kami mencapai apa yang kami sebut Perjanjian Paris dalam UNFCCC, di mana negara-negara anggota (Paris Club) menjanjikan Nationally Determined Contribution (NDC) per negara," tuturnya.

Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan pengurangan CO2 hingga 41 persen dengan dukungan internasional. Peningkatan pengurangan CO2 hanya dapat dicapai jika ada dukungan internasional, terutama dari negara maju, seperti yang tercermin dalam Perjanjian Paris.

Related Topics