GAPMMI Harap Indonesia Bisa Kalahkan Vietnam di Pasar Amerika Serikat

- GAPMMI berharap penurunan tarif resiprokal 19 persen antara Indonesia dan AS bisa mengalahkan dominasi Vietnam di pasar AS, terutama dalam sektor makanan dan minuman.
- Pemerintah perlu merealisasikan impor bahan baku pertanian dari AS dengan tarif 0 persen demi meningkatkan ekspor produk olahan pangan Indonesia ke AS.
- Skema traceability atau ketelusuran bahan baku dapat memungkinkan penurunan tarif masuk produk jadi asal Indonesia ke AS.
Jakarta, FORTUNE - Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menyambut positif kesepakatan tarif resiprokal 19 persen dengan Amerika Serikat (AS). Momentum ini dinilai sebagai peluang emas meningkatkan ekspor dan menantang dominasi Vietnam di pasar makanan dan minuman (mamin) AS.
Namun, Ketua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman, menegaskan peluang tersebut hanya bisa maksimal jika pemerintah segera merealisasikan komitmen impor bahan baku pertanian dari AS dengan tarif 0 persen.
"Kita tingkatkan daya saingnya, kita bisa berharap menambah penjualan ekspor kita ke Amerika dan kita bisa mengalahkan Vietnam, karena Vietnam cukup besar," kata Adhi di Jakarta, Senin (21/7).
Menurutnya, bahan baku kunci seperti gandum, jagung, kedelai, dan susu perlu dibebaskan dari bea masuk agar bisa diolah di dalam negeri dan diekspor kembali dengan nilai tambah yang lebih kuat.
Adhi menambahkan, dari perspektif industri, implementasi tarif 19 persen ini belum berlaku penuh dan realisasinya sangat terkait dengan komitmen pembelian bahan baku tersebut.
Lebih lanjut, ia mengungkap adanya skema ketelusuran (traceability) yang berpotensi mengurangi tarif ekspor lebih jauh. Melalui skema ini, produk jadi Indonesia yang menggunakan bahan baku dari AS bisa mendapatkan potongan tarif tambahan.
“Contoh kapas, kapas itu diimpor berapa dari AS, kemudian kapas ini bisa mengurangi tarif produk jadi yang masuk ke Amerika, tapi persentasenya akan dihitung berdasarkan traceability,” kata Adhi, menjelaskan prinsip mekanisme tersebut.
Saat ini, nilai ekspor mamin Indonesia ke AS mencapai sekitar US$1,8miliar, atau setara 15 persen dari total ekspor sektor ini yang mencapai US$12 miliar. GAPMMI berharap angka ini dapat tumbuh signifikan dengan kebijakan baru.
Meski demikian, Adhi menggarisbawahi pentingnya upaya pembenahan internal. Karena itu, ia menyatakan dukungan pada pernyataan Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, ihwal pemangkasan hambatan biaya domestik demi mendongkrak daya saing produk nasional.
“[Arahan itu] saya kira cukup bagus dan positif,” ujarnya.
Terkait kekhawatiran masuknya produk AS tanpa tarif, Adhi menilai hal itu bukan ancaman baru. Ia menjelaskan banyak komoditas dari negara lain, seperti Australia dan Jepang, telah lama masuk dengan tarif 0 persen melalui berbagai perjanjian dagang.
“Jadi, memang sekarang sudah masuk era tarif nol,” katanya.