Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

KISI AM: Kebijakan Tarif Impor Trump Memperburuk Ketidakpastian Global

Donald Trump. (Flickr/Public Domain)
Intinya sih...
  • Tarif impor dapat meningkatkan harga barang yang masuk ke AS, berdampak pada inflasi dan suku bunga Fed.
  • Peningkatan inflasi di AS akan memperkecil ruang penurunan suku bunga Fed, berimbas pada ekspektasi yield US Treasury dan perekonomian Indonesia.

Jakarta, FORTUNE – Kebijakan tarif impor yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian global, terutama terhadap negara-negara yang terkait tarif impor. 

Pada awal bulan ini, Trump mengumumkan instruksi mengenai tarif impor 25 persen untuk Kanada dan Meksiko, serta tambahan tarif 10 persen untuk barang-barang dari Cina. Beleid tersebut mulai berlaku pada 4 Februari 2025. 

Sebagai tanggapan, Kanada dan Meksiko menyatakan akan memperkuat penegakan hukum di perbatasan. Menyusul kebijakan tersebut, Trump pun merilis pernyataan baru yang isinya adalah penundaaan atas tarif untuk Meksiko dan Kanada, setidaknya selama 30 hari ke depan.

Ekonom KISI Asset Management (Kisi AM), Arfian Prasetya Aji, mengatakan tarif impor yang diterapkan oleh AS terhadap Kanada, Meksiko, dan Cina dapat memperburuk ketidakpastian ekonomi global, serta dapat memengaruhi arah kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat alias Fed. 

“Tarif impor dapat meningkatkan harga barang yang masuk ke AS, karena perusahaan harus membayar tarif tambahan untuk barang yang diimpor. Alhasil, biaya ini pada umumnya akan dibebankan ke konsumen dengan bentuk harga yang lebih tinggi sehingga dapat mendorong inflasi,” demikian Arfian dalam risetnya, dikutip Senin (17/2).

Peningkatan inflasi di Amerika Serikat akan memperkecil ruang penurunan suku bunga Fed, yang dapat berimbas pada kian tingginya ekspektasi terhadap yield US Treasury. 

Hal tersebut juga dapat berimbas ke perekonomian Indonesia. Contohnya, ruang pemangkasan suku bunga Bank Indonesia akan lebih terbatas. Padahal, diperlukan pemangkasan lebih lanjut guna mendukung pertumbuhan ekonomi domestik.

“Yang perlu menjadi perhatian Bank Indonesia adalah keseimbangan antara pertumbuhan dan stabilitas nilai tukar. Nilai tukar akan cenderung tertekan ketika Fed masih mempertahankan suku bunganya,” katanya.

Perekonomian global memang masih bergerak tidak menentu. Pun demikian, Arfian mengatakan masih terdapat sejumlah peluang yang dapat memperkuat perekonomian Tanah Air, salah satunya inflasi domestik yang rendah dan peningkatan sektor manufaktur.

Pada Januari 2025, inflasi domestik Indonesia mencapai level terendah dalam 25 tahun terakhir, yakni 0,76 persen secara year-on-year.

“Pihak terkait di Indonesia, termasuk Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, diharapkan dapat memanfaatkan ruang moneter dan fiskal yang ada untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan stabilitas makroekonomi di tahun 2025,” katanya.

Di samping itu, Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia pada Januari 2025 meningkat menjadi 51,9, atau naik dari 51,2 dari bulan sebelumnya. Hal tersebut menjadi penanda bahwa pertumbuhan aktivitas pabrik berlanjut untuk bulan kedua berturut-turut. Ini juga menandai laju tercepat PMI sejak Mei 2024. 

Arfian mengatakan kenaikan PMI manufaktur Indonesia menunjukkan adanya kebangkitan pada sektor industri manufaktur, yang diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Relatif rendahnya biaya output, serta meningkatnya pesanan berpotensi membuat Indonesia mencatatkan pertumbuhan lebih baik pada kuartal I-2025.

Share
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us