- Apa dasar hukum yang dilanggar dalam pembagian kuota haji tambahan?Pembagian 50:50 dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Meski dilegalkan lewat SK Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024, KPK menduga ada persengkongkolan dalam penerbitannya.
- Berapa perkiraan kerugian negara dari kasus korupsi haji?Kerugian negara ditaksir lebih dari Rp 1 triliun akibat pengalihan sekitar 8.400 kuota haji reguler menjadi kuota haji khusus yang menguntungkan pihak swasta.
- Apakah sudah ada tersangka yang diumumkan?Hingga pertengahan September 2025, KPK belum menetapkan tersangka. Namun, lembaga antirasuah tersebut memastikan nama-nama pihak yang terlibat akan diumumkan secara terbuka setelah bukti dinilai cukup kuat.
Kronologi Kasus Korupsi Haji, eks Menag Yaqut Diperiksa

- Kronologi kasus korupsi haji dimulai dari penyelidikan KPK pada Juni 2025 terkait penetapan kuota haji yang sudah lama menjadi polemik di DPR.
- Dalam tahap penyelidikan, KPK memeriksa sejumlah pihak termasuk Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dan status kasus dinaikkan ke tahap penyidikan pada Agustus 2025.
- KPK mengeluarkan larangan bepergian ke luar negeri bagi beberapa nama penting terkait kasus ini, melakukan penggeledahan, dan mendalami dugaan aliran dana serta kerugian negara lebih dari Rp 1 triliun.
Jakarta, FORTUNE – Kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji periode 2023–2024 menjadi sorotan publik dalam beberapa bulan terakhir. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak cepat dengan melakukan penyelidikan hingga naik ke tahap penyidikan.
Bahkan, kediaman Menteri Agama 2020–2024, Yaqut Cholil Qoumas, ikut menjadi sasaran penggeledahan pada Jumat, 15 Agustus 2025. Hanya dalam waktu enam hari setelah status kasus dinaikkan ke tahap penyidikan, KPK langsung melakukan langkah-langkah tegas, termasuk pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap sejumlah pihak yang dianggap relevan dengan perkara ini.
Untuk memahami bagaimana perkara ini berkembang, berikut kronologi kasus korupsi haji selengkapnya.
Awal mula penyelidikan
Kronologi kasus korupsi haji bermula pada Juni 2025 di mana KPK mengonfirmasi tengah menelusuri dugaan tindak pidana korupsi terkait penetapan kuota haji. Isu kuota haji ini sebenarnya sudah lama menjadi polemik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Bahkan, DPR sempat membentuk panitia khusus (pansus) hak angket untuk menyelidiki penetapan kuota haji tahun 2024. Namun, pansus berakhir tanpa hasil konkret.
Selain terbentur masa jabatan DPR periode 2019–2024 yang segera habis, dinamika politik menjelang Pemilu 2024 membuat investigasi di parlemen kehilangan arah. Meski demikian, hasil pansus memberi sinyal bahwa penetapan kuota haji menyimpan masalah yang patut ditindaklanjuti aparat penegak hukum.
Pemeriksaan awal, dari travel hingga menteri
Dalam tahap penyelidikan, KPK memanggil sejumlah pihak untuk memberikan keterangan. Bukan hanya pemilik perusahaan jasa perjalanan haji dan umrah, tetapi juga Yaqut Cholil Qoumas sebagai Menteri Agama kala itu.
Pada 8 Agustus 2025, Yaqut memenuhi panggilan penyidik. Kepada media, ia mengaku telah menjawab sejumlah pertanyaan, terutama soal pembagian kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi pada tahun 2024. Namun, ia enggan membeberkan detail pemeriksaan, termasuk apakah ada instruksi khusus dari pemerintah atau Presiden saat itu.
Status naik ke penyidikan
Sehari setelah Yaqut diperiksa, tepatnya 9 Agustus 2025, KPK mengumumkan peningkatan status kasus ke tahap penyidikan. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur, menjelaskan bahwa lembaga telah menemukan bukti permulaan adanya tindak pidana korupsi terkait kuota haji.
KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum dengan menggunakan pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, dalam sprindik umum, identitas tersangka belum dicantumkan. Artinya, KPK meyakini adanya tindak pidana, tetapi belum secara resmi menetapkan pelaku.
Pencegahan ke luar negeri hinggga penggeledahan
Langkah tegas kembali diambil KPK pada 11 Agustus 2025. Lembaga antirasuah tersebut mengeluarkan larangan bepergian ke luar negeri bagi beberapa nama penting, termasuk Yaqut, Staf Khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Aziz, serta pemilik biro perjalanan haji Maktour, Fuad Hasan Mashyur.
Menurut KPK, keberadaan mereka sangat dibutuhkan dalam proses penyidikan. Larangan ini berlaku selama enam bulan, sehingga para pihak terkait harus tetap berada di Indonesia hingga proses hukum berjalan.
Tak cukup sampai di situ, sepekan setelah status naik ke penyidikan, KPK melakukan serangkaian penggeledahan. Beberapa lokasi yang disasar meliputi kantor Kementerian Agama, rumah pihak terkait, serta kantor swasta penyedia jasa perjalanan haji.
Di kantor Maktour Travel, penyidik mendapati indikasi adanya upaya penghilangan barang bukti. Tindakan tersebut membuat KPK mempertimbangkan penerapan pasal obstruction of justice bagi pihak yang diduga merintangi penyidikan.
Selain itu, KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti berupa dokumen, aset properti, barang elektronik, hingga satu unit mobil dari lokasi berbeda. Pada 15 Agustus 2025, giliran rumah Yaqut di Jakarta Timur yang digeledah. Meski hasil penggeledahan belum diungkapkan ke publik, langkah ini menunjukkan keseriusan KPK dalam mengurai dugaan rasuah tersebut.
Dugaan penyimpangan kuota haji
Akar persoalan dalam kasus ini bermula dari pembagian kuota tambahan haji tahun 2024 sebanyak 20 ribu jamaah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, tambahan kuota seharusnya didistribusikan 92 persen untuk jamaah haji reguler dan delapan persen untuk haji khusus.
Namun, realitasnya berbeda. Kuota tersebut justru dibagi rata 50:50 antara haji reguler dan haji khusus. Pembagian ini dilegalkan melalui Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024. Dari kebijakan itu, sekitar 8.400 kuota haji reguler diduga dialihkan menjadi kuota haji khusus yang menguntungkan pihak travel.
KPK menduga adanya persengkongkolan antara pejabat Kemenag dan pihak swasta dalam meloloskan pembagian kuota tersebut. Kerugian negara dari praktik ini diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun. Tak hanya itu, KPK juga mendalami adanya aliran dana ke pihak tertentu di balik penerbitan SK tersebut.
Hingga saat ini, KPK telah memeriksa banyak pihak, termasuk pejabat Kementerian Agama, pengusaha travel, hingga tokoh masyarakat. Salah satunya adalah Ustaz Khalid Basalamah yang turut dimintai keterangan.
Meski demikian, hingga pertengahan September 2025, KPK belum mengumumkan siapa yang resmi menjadi tersangka. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa penetapan tersangka akan dilakukan dalam waktu dekat setelah bukti yang dikumpulkan dianggap cukup kuat.