PBB Akan PHK Ribuan Pegawai, Pangkas Anggaran hingga 20%

- PBB akan PHK 6.900 pegawai dan memangkas anggaran hingga 20% mulai 2026.
- Reformasi "UN80" bertujuan menyederhanakan struktur organisasi dan meningkatkan efisiensi operasional.
- Krisis keuangan akut mendorong penghematan besar-besaran, dengan Amerika Serikat sebagai salah satu faktor utama.
Jakarta, Fortune – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tengah mempersiapkan langkah efisiensi besar-besaran melalui pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 6.900 pegawai. Kebijakan ini akan disertai dengan pemotongan anggaran sebesar 20 persen dari total anggaran tahunan senilai US$3,7 miliar atau sekitar Rp59,2 triliun.
Rencana PBB akan PHK tersebut akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2026. Kabar PHK tercantum dalam memo internal yang telah dikirimkan ke seluruh unit kerja yang ditandatangani oleh Pengawas Keuangan PBB, Chandramouli Ramanathan.
Bagian dari reformasi "UN80"
Pemangkasan anggaran dan tenaga kerja di PBB merupakan bagian dari inisiatif reformasi bertajuk UN80 yang telah diluncurkan sejak Maret 2025. Program reformasi ini bertujuan menyederhanakan struktur organisasi, meningkatkan efisiensi operasional, serta menyesuaikan kinerja lembaga dengan tantangan global abad ke-21.
Dalam memo tersebut, Ramanathan meminta seluruh unit untuk menyerahkan rencana pemangkasan masing-masing sebelum 13 Juni 2025. Ia menekankan langkah efisiensi diperlukan agar PBB tetap mampu menjalankan mandatnya secara optimal di tengah keterbatasan sumber daya.
“Ini adalah upaya ambisius untuk mengurangi penderitaan manusia, serta membangun masa depan yang lebih baik bagi semua,” tulis Ramanathan dalam memo yang dikutip Reuters, Senin (2/6).
Krisis keuangan sebagai pemicu utama
Keputusan PBB untuk melakukan penghematan drastis didorong oleh krisis keuangan akut yang membelenggu organisasi. Salah satu faktor utama ialah tunggakan kontribusi dari sejumlah negara anggota, terutama Amerika Serikat yang hingga kini belum melunasi pembayaran sebesar US$1,5 miliar atau sekitar Rp24 triliun.
Tunggakan tersebut mencakup kewajiban tahun berjalan serta utang dari tahun-tahun sebelumnya. Kondisi keuangan PBB juga diperburuk oleh keterlambatan kontribusi dari Tiongkok. Padahal, Amerika Serikat dan Tiongkok menyumbang lebih dari 40 persen dari total pendanaan PBB.
Situasi ini merupakan kelanjutan dari kebijakan era Presiden Donald Trump yang secara signifikan memangkas dana diskresioner hingga ratusan juta dolar AS. Akibatnya, terjadi penghentian sejumlah program kemanusiaan.
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, telah mengisyaratkan akan dilakukan restrukturisasi secara masif. Dalam berbagai pernyataan publik, ia menyebut reformasi akan melibatkan penggabungan departemen, relokasi pegawai ke wilayah dengan biaya operasional yang lebih rendah, serta pemangkasan struktur birokrasi yang tumpang tindih.
PBB juga akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas berbagai badan dan lembaga di bawah naungannya. Menurut Guterres, tujuan reformasi tidak semata-mata untuk mencapai efisiensi, melainkan juga memastikan PBB tetap relevan dan mampu menjalankan mandatnya secara maksimal.
“Menunda keputusan sulit hanya akan membawa kita ke jalan buntu,” tegas Guterres.
Berlaku mulai Januari 2026
Seluruh kebijakan pemangkasan di PBB akan diberlakukan secara resmi mulai 1 Januari 2026, bertepatan dengan dimulainya siklus anggaran baru. Semua departemen diminta untuk menyesuaikan struktur organisasi dan program kerja mereka sesuai dengan panduan UN80.
Meski reformasi dianggap penting dan mendesak, rencana pengurangan hampir 7.000 pegawai telah memunculkan kekhawatiran berbagai pihak. Para pengamat menilai pemangkasan dalam skala besar dapat berdampak signifikan terhadap pelaksanaan program-program kemanusiaan, pembangunan, dan perdamaian global yang menjadi inti dari misi PBB.
Hingga saat ini, pemerintah Amerika Serikat belum memberikan pernyataan resmi mengenai tunggakan mereka. Sementara itu, negara-negara anggota lainnya diimbau untuk tetap menunjukkan komitmen finansial guna menjaga keberlangsungan operasional organisasi.
Langkah PBB untuk memangkas anggaran dan tenaga kerja dalam skala besar mencerminkan tekanan berat yang tengah dihadapi organisasi internasional tersebut.