Perbaikan Daya Beli Harus Jadi Fokus Utama Kabinet Prabowo

Jakarta, FORTUNE - Presiden Prabowo Subianto baru saja mengumumkan Kabinet Merah Putih dengan jumlah anggota lebih dari 100 orang. Masyarakat tentu menunggu langkah konkret yang dilakukan di tengah penurunan daya beli masyarakat yang menyebabkan deflasi selama lima bulan berturut-turut dan melemahnya kelas menengah.
Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, mengatakan kelas menengah atas memiliki tingkat pendidikan yang tinggi serta ekspektasi yang juga tinggi. Di lain sisi, kelompok kelas menengah ini juga cenderung sangat kurang puas terhadap banyak hal. Data Bada Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan jumlah kelas menengah Indonesia pada 2024 sebanyak 47,85 juta orang, berkurang dari 57,33 juta pada 2019.
“Kelas menengah ini memang secara statistik jumlahnya lebih sedikit, dibanding kelas menengah bawah. Meskipun secara kuantitatif lebih kecil, secara kualitatif itu efek politiknya sangat besar. Karena biasanya kelas menengah itu cukup cerewet. Mereka vocal minority,” ujarnya dalam Indonesia Industry Outlook 2025 bertajuk "Indonesia Market Outlook 2025: Kelas Menengah Hancur, Masihkah Bisnis Mantul?" pada Rabu (23/10).
Tak hanya dampak politik, penurunan kelas menengah juga mengakibatkan penurunan daya beli. Survei terbaru yang dilakukan oleh Inventure mengungkapkan adanya pelemahan daya beli di kalangan masyarakat kelas menengah Indonesia. Dari 450 responden yang tersebar di lima kota besar, yaitu Jabodetabek, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Medan, sebanyak 49 persen menyatakan bahwa daya beli mereka mengalami penurunan.
Tiga faktor utama yang mempengaruhi pelemahan daya beli ini adalah kenaikan harga kebutuhan pokok (85 persen), tingginya biaya pendidikan dan kesehatan (52 persen), serta pendapatan yang stagnan (45 persen).
Selain itu, faktor lain yang turut melemahkan daya beli adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan terbatasnya lapangan kerja (37 persen), kenaikan pajak (31 persen), beban utang yang meningkat (27 persen), serta kenaikan suku bunga cicilan (23 persen).