Profil Tan Joe Hok, Legenda Bulu Tangkis Indonesia yang Tutup Usia

- Tan Joe Hok adalah legenda bulu tangkis Indonesia yang baru saja dikabarkan meningga
- Berawal dari main di lapangan sederhana, Joe Hok menjuarai Kejuaraan Nasional Bulutangkis 1956 dan All England 1959.
- Setelah pensiun, ia menjadi pelatih di Meksiko dan Hong Kong serta kembali ke Indonesia untuk melatih Tim Thomas Indonesia.
Profil Tan Joe Hok mulai banyak dicari seiring dengan kabar kepergiannya. Tan Joe Hok adalah salah satu legenda olahraga tepok bulu Tanah Air.
Ia dikabarkan meninggal dunia pada Senin, 2 Juni 2025 pukul 10.52 WIB di Rumah Sakit Medistra, Jakarta. Berita meninggalnya Tan Joe Hok pertama kali tersebar melalui unggahan Instagram mantan pebulutangkis nasional, Yuni Kartika.
Tan Joe Hok mengembuskan napas terakhirnya pada usia 87 tahun, meninggalkan warisan prestasi yang tak ternilai. Ketahui perjalanan hidup dan kiprah Tan Joe Hok berikut ini.
Profil Tan Joe Hok
Tan Joe Hok memiliki nama asli Hendra Kartanegara. Ia lahir di Bandung pada 11 Agustus 1937 saat Indonesia masih berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda.
Masa kecilnya diwarnai oleh berbagai perpindahan akibat kondisi sosial politik pasca-Perang Dunia II dan Reformasi Nasional. Ia menempuh pendidikan dasar hingga menengah di Bandung, kemudian melanjutkan studi ke Universitas Baylor, Texas, Amerika Serikat.
Di sana, ia menyelesaikan jurusan premedikal bidang kimia dan biolog. Kemudian, ia lulus pada 1963.
Ketertarikan Tan Joe Hok pada bulu tangkis dimulai dari lingkungan keluarga. Ayahnya sering bermain bulu tangkis di halaman belakang yang diubah menjadi lapangan sederhana.
Ia pun mulai bermain dengan raket pinjaman dan kok bekas. Kemenangan demi kemenangan di tingkat lokal mengantarkan Joe Hok bergabung dengan klub bulu tangkis Blue White (yang kemudian dikenal sebagai Mutiara Bandung) atas ajakan Lie Tjoe Kong.
Prestasi di dunia bulu tangkis
Tan Joe Hok mulai menorehkan sejarah saat ia menjuarai Kejuaraan Nasional Bulutangkis 1956 di Surabaya. Namanya semakin dikenal setelah menjadi bagian dari Tim Piala Thomas Indonesia pada 1958 bersama Ferry Sonneville dan rekan-rekan lain yang dijuluki The Magnificent Seven.
Dalam ajang itu, Tan tampil di dua nomor, yaitu cabang tunggal dan ganda. Ia berperan besar dalam kemenangan Indonesia atas Malaya (Malaysia).
Puncak karier Tan Joe Hok terjadi pada 1959 ketika ia menjadi orang Indonesia pertama yang menjuarai All England, turnamen bulu tangkis tertua di dunia. Ia menaklukkan rekan senegaranya, Ferry Sonneville, dalam laga final.
Kemenangan tersebut diikuti prestasi lain. Ia menjadi juara US Open dan Canada Open (1959–1960), serta meraih medali emas Asian Games 1962 di Jakarta.
Melanjutkan menjadi pelatih
Setelah pensiun sebagai atlet, Tan Joe Hok melanjutkan kiprahnya sebagai pelatih di Meksiko dan Hong Kong. Pada 1982, ia kembali ke Indonesia dan bergabung dengan PB Djarum sebagai pelatih sekaligus project manager. Dua tahun kemudian, ia dipercaya melatih Tim Thomas Indonesia.
Di bawah asuhan Joe Hok, tim Indonesia berhasil merebut kembali Piala Thomas 1984 dari tangan Tiongkok. Atas dedikasinya, Joe Hok dianugerahi gelar Pelatih Olahraga Terbaik oleh SIWO/PWI Jaya.
Di luar lapangan, kehidupan Tan Joe Hok juga penuh tantangan. Ia sempat mengalami kesulitan administratif akibat kebijakan diskriminatif terhadap warga keturunan Tionghoa pada era Orde Baru.
Meski demikian, ia tetap memilih tinggal dan berkontribusi di Indonesia. Ia pernah berkata, “Sekalipun hujan emas turun di luar negeri, kami akan tetap di sini, di tanah tempat darah Indonesia telah tertumpah.”
Tan Joe Hok menikah dengan mantan pebulutangkis Goei Kiok Nio dan dikaruniai dua anak. Hingga akhir hayatnya, ia tetap aktif membina bulu tangkis Indonesia, khususnya lewat PB Djarum dan kegiatan pembinaan atlet muda.
Warisan dan penghormatan
Warisan Tan Joe Hok dalam dunia bulu tangkis Indonesia sangat besar. Ia adalah pionir, panutan, dan inspirasi bagi generasi setelahnya. Ia bukan hanya juara di lapangan, tetapi juga pejuang identitas dan nasionalisme di tengah tekanan sosial-politik yang sulit.
Lewat torehan sejarahnya, Tan Joe Hok membuktikan bahwa bulu tangkis bukan sekadar olahraga, tetapi juga alat pemersatu dan kebanggaan bangsa.
Dengan berpulangnya Tan Joe Hok, Indonesia kehilangan salah satu tokoh penting dalam sejarah olahraga nasional. Sosok yang bukan hanya dikenal lewat kehebatan di lapangan, tetapi juga keteguhan dan dedikasinya sebagai pelatih dan pembina generasi penerus.
Demikian profil Tan Joe Hok. Selamat jalan legenda bulu tangkis!