NEWS

Konflik Iran-Israel Ganggu Rantai Pasok, Ini Produk yang Terganggu

Nilai tukar Rupiah tembus Rp16.000, ekonomi RI diramal kuat.

Konflik Iran-Israel Ganggu Rantai Pasok, Ini Produk yang TergangguBandar Udara Internasional Imam Khomeini Teheran. Pemandangan malam dari pintu masuk ruang keberangkatan. (Dok. 123RF)
16 April 2024
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Konflik di Timur Tengah semakin memanas dengan serangan ratusan drone Iran ke Israel pada Minggu (14/04) sebagai bentuk balasan atas serangan Israel yang telah menghancurkan gedung Konsulat Iran di Damaskus, Suriah, pada 1 April 2024 lalu.

Selain memicu ketegangan regional hingga ke tingkat global, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai eskalasi konflik ini bakal berdampak kepada perekonomian global serta akan meningkatkan risiko makro ekonomi bagi perekonomian Indonesia.

Airlangga bahkan menilai konflik itu bakal mengganggu Rantai Pasokan melalui Terusan Suez yang akan berdampak langsung setidaknya pada kenaikan biaya kargo. Produk yang terganggu antara lain gandum, minyak, dan komponen alat-alat produksi dari Eropa.

“Langkah-langkah antisipatif akan disiapkan untuk menjaga kepercayaan pasar atas dampak potensi semakin meningkatnya harga komoditas terutama minyak akibat terganggunya pasokan, serta kenaikan harga emas, sebagai aset safe haven, dan rambatan ke sektor lainnya,” ungkap Airlangga melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Selasa (16/4).

Nilai tukar Rupiah tembus Rp16.000/USD, ekonomi RI diramal tetap kuat

Ilustrasi Bank Indonesia dalam Uang/Shutterstock E.S Nugraha

Seperti diketahui, konflik geopolitik Iran dan Israel telah memberikan dampak terhadap kondisi perekonomian global. Harga Minyak mentah global masih berfluktuasi. Pada perdagangan (15/04) harga minyak mentah jenis Brent melemah 0,18 persen date to date (dtd) ke level 90,29 USD/Barel, jauh lebih tinggi jika dibandingkan posisi 1 Januari 2024 sebesar 77,4 USD/Barel, dan minyak mentah jenis WTI turun 0,28 persen ke level 85,42 USD/Barel, lebih tinggi dibandingkan posisi 1 Januari 2024 sebesar 71,65 USD/Barel.

Eskalasi konflik geopolitik tersebut juga telah membuat indeks US Dollar meningkat, yang menyebabkan melemahnya indikator finansial sejumlah negara terutama emerging market. Mayoritas nilai tukar di Kawasan Asia Pasifik bergerak melemah terhadap US Dollar, pada senin (15/04) seperti Baht Thailand dan Won Korea terdepresiasi sebesar 0,24 persen (dtd), dan Ringgit Malaysia sebesar 0,24 persen (dtd). Mayoritas bursa di Asia Pasifik juga bergerak di zona merah. Pada Penutupan Pasar (15/04) indeks FKLCI Malaysia melemah 0,55 persen (dtd), diikuti Kospi sebesar 0,42 persen (dtd).

Untuk Indonesia, Bursa Efek Indonesia dan Pasar Spot Rupiah domestik masih ditutup seiring dengan adanya libur Hari Raya Idulfitri. Namun demikian berdasarkan data pasar spot luar negeri (Trading Economics), nilai tukar Rupiah berada di level Rp16.060 atau mengalami apresiasi 0,31 persen (dtd), lebih baik dibandingkan negara- negara lain seperti Korea, Filipina, dan Jepang.

Meski demikian, secara fundamental lanjut Airlangga, perekonomian Indonesia relatif masih cukup kuat, Pertumbuhan ekonomi masih terjaga di atas 5 persen dengan inflasi yang terkendali. Sampai dengan Februari 2024, neraca perdagangan Indonesia juga masih mengalami surplus, dan menopang Cadangan Devisa yang pada posisi terakhir di Maret 2024 tercatat masih kuat.

“Pastinya Pemerintah tidak tinggal diam, kita akan siapkan sejumlah kebijakan strategis untuk memastikan agar perekonomian nasional tidak terdampak lebih jauh. Tentunya tingkat kepercayaan pasar kepada kemampuan perekonomian nasional untuk merespons dampak eskalasi konflik mesti kita jaga,” tegas Airlangga.

Related Topics