Strategi D2C Kerap Dipilih di Tengah Kenaikan Biaya Marketplace

Jakarta, FORTUNE - Bisnis e-commerce Indonesia yang terus berkembang, para pelaku usaha menghadapi tekanan dari tingginya biaya komisi marketplace serta keterbatasan kendali atas pengalaman pelanggan. Tren ini mendorong pergeseran strategi penjualan dari platform pihak ketiga ke kanal langsung atau direct-to-consumer (D2C), dengan teknologi penopang utama.
Berdasarkan data terbaru yang dipaparkan dalam forum “Building Marketing Strategies Beyond Marketplace” pada 30 April 2025, sebanyak 53 persen konsumen Indonesia kerap membandingkan produk dari berbagai merek sebelum membeli. Sementara itu, 86 persen konsumen menyebut gratis ongkir sebagai faktor penting, dan 70 persen di antaranya memprioritaskan promosi sebagai pendorong pembelian.
Menurut Asnawi Jufrie, VP & GM Southeast Asia SleekFlow, kondisi ini menciptakan tantangan tersendiri bagi brand yang bergantung pada marketplace.
“Komisi yang terus meningkat hingga menyentuh angka 10 persen tentunya memotong margin bisnis secara signifikan. Selain itu, brand juga tidak memiliki akses terhadap data pelanggan dan cenderung terikat pada aturan marketplace yang bisa berubah sewaktu-waktu. Karena itulah, ada urgensi kuat bagi para brand untuk mulai membangun strategi direct sales yang scalable,” katanya.
Dengan demikian, teknologi omnichannel seperti CRM dan WhatsApp Business API dianggap sebagai solusi krusial. Platform tersebut memungkinkan merek untuk mengelola data pelanggan dari proses pemesanan hingga komunikasi, serta mempersonalisasi pendekatan melalui berbagai kanal, seperti situs web, WhatsApp, dan Instagram.
IndoLinen, merupaka salah satu perusahaan yang menimplementasikan strategi ini. Melalui pemanfaatan situs web untuk layanan B2B dan konsultasi pelanggan besar, serta optimalisasi marketplace untuk B2C, merek ini mampu menyesuaikan pendekatan dengan kebutuhan pasar. Pelanggan seperti klien perhotelan, misalnya, kini dapat berkonsultasi langsung dari situs ke WhatsApp untuk pesanan dalam jumlah besar.
Strategi ini sejalan dengan riset internal yang menunjukkan bahwa 86 persen konsumen Indonesia lebih mungkin membeli jika penawaran dan promosi relevan dengan kebutuhan mereka. Dalam konteks ini, personalisasi dan remarketing menjadi elemen vital.