YouTube Sambut Positif Wacana Komdigi Kaji Sertifikasi Influencer

- Sertifikasi itu nantinya diharapkan dapat menekan misinformasi serta hoaks.
- Wacana tersebut menandakan kreator konten sudah dianggap sebagai aktivitas serius.
- Pemerintah Cina mewajibkan influencer dan pembuat konten memiliki ijazah atau sertifikasi akademik sebelum membahas topik profesional.
Jakarta, FORTUNE - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyatakan tengah mengkaji wacara regulasi sertifikasi influencer dan kreator konten demi menghindari misinformasi serta hoaks.
YouTube menyambut positif wacana tersebut. Menurutnya, regulasi tersebut menandakan aktivitas menghasilkan konten sudah dianggap sebagai hal serius di Indonesia.
“Luar biasa, [perkembangannya] bisa sampai ke sana,” ujar Country Manager Google Indonesia, Veronica Utami, usai konferensi pers YouTube Festival di Jakarta, Rabu (5/11).
Selain itu, langkah meningkatkan keterampilan kreator juga dinilai akan berdampak positif.
“Dengan kata lain, ini menempatkan orang-orang pada titik awal yang sama. Ada standardisasi kemampuan minimal untuk menjadi kreator konten,” katanya.
Meski demikian, Veronica menyatakan pihaknya harus menggali lebih dalam dan membicarakan tentang regulasi tersebut.
“Kami selalu bekerja sama dengan pemerintah, seperti Komdigi,” ujar Veronica.
Di samping itu, YouTube, kata Veronica, telah secara proaktif melakukan standardisasi kreator konten yang mengunggah video. Salah satunya melalui Program Partner YouTube, yang memungkinkan kreator beroleh penghasilan, mendapat dukungan ketika membutuhkan, terbantu untuk terhubung dengan komunitas.
Sebagai konteks, wacana sertifikasi atau lisensi bagi influencer berpatokan pada kebijakan baru yang digulirkan oleh pemerintah Cina. Di negeri tersebut, influencer dan pembuat konten wajib memiliki ijazah atau sertifikasi akademik sebelum membahas topik "profesional".
Aturan yang berlaku di Tiongkok itu ditujukan untuk konten pada bidang kedokteran, hukum, keuangan, pendidikan, dan kesehatan, dan berlaku mulai 25 Oktober 2025, menurut laporan Economic Times.
Pasalnya, sektor-sektor itu dinilai paling rentan menyebarkan informasi keliru.
Platform seperti Douyin, Bilibili, dan Weibo kini diwajibkan memverifikasi kualifikasi kreator demi memastikan klaim yang mereka ajukan berdasar atas sumber yang sah. Denda atas ketidakpatuhan dapat mencapai 100.000 yuan.

















