BUSINESS

Riset: 45% Pelaku Manufaktur di Asia Pasifik Sulit Hadapi Pesaing

Organisasi yang unggul berani berinvestasi pada inovasi.

Riset: 45% Pelaku Manufaktur di Asia Pasifik Sulit Hadapi PesaingIlustrasi pekerja di di industri manufaktur/Shutterstock/Gorodenkoff
21 March 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Rockwell Automation, Inc. perusahaan yang bergerak dalam industri otomatisasi dan transformasi digital, mengumumkan temuan riset tahunan kedelapan bertajuk "State of Smart Manufacturing Report." 

Riset global dilakukan terhadap 1.350 pelaku manufaktur di 13 negara terbesar dalam industri manufaktur. Termasuk Australia, Tiongkok, India, Jepang, dan Republik Korea. 

Laporan riset mengungkap sejumlah temuan dalam industri manufaktur, di antaranya bagaimana fokus untuk mewujudkan pertumbuhan yang menguntungkan tanpa mengorbankan kualitas, pentingnya merealisasikan potensi data yang sebenarnya.

Selain itu, pentingnya meningkatkan adopsi teknologi untuk membangun ketahanan, memungkinkan kecepatan berbisnis, mengoptimalkan aspek keberlanjutan, serta mengatasi tantangan ketenagakerjaan.

Senior Vice President, Strategy and Corporate Development, Rockwell Automation, Veena Lakkundi menjelaskan bahwa pelaku manufaktur terus mencari peluang untuk mewujudkan pertumbuhan yang menguntungkan. 

“Namun, pelaku manufaktur juga menyadari, faktor ketenagakerjaan yang tidak menentu berdampak pada kualitas dan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang terus berkembang,” katanya dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (21/3).

Survei ini juga mengungkap, teknologi smart manufacturing membantu pelaku manufaktur dari seluruh skala usaha untuk mengoptimalkan solusi sehingga menjadi lebih tangguh, cepat, dan berkelanjutan. 

Permasalahan di industri manufaktur

Menyeimbangkan kualitas dan pertumbuhan, serta memonitor atau mengukur praktik keberlanjutan merupakan kendala internal terbesar bagi pelaku manufaktur di Asia Pasifik tahun ini. 

Riset tersebut mengungkapkan, pada 2022 kendala terbesarnya terletak pada implementasi atau integrasi teknologi baru. Secara global, jumlah pelaku manufaktur yang menilai organisasinya kurang memiliki teknologi penting untuk mengungguli persaingan kini bertambah dua kali lipat dibandingkan 2022.

Empat dari lima pelaku manufaktur masih belum memiliki solusi perencanaan rantai pasok yang memadai. Hampir setengah (44 persen) pelaku manufaktur di Asia Pasifik berencana mengadopsi smart manufacturing hingga tahun depan; dari jumlah ini, pelaku manufaktur di Tiongkok (80 persen), Australia (60 persen), dan India (59 persen) telah menggunakan beberapa komponen tersebut.

Hambatan menerapkan smart manufacturing

Kendala terbesar pelaku manufaktur di Asia Pasifik dalam mengadopsi smart manufacturing bersumber dari keengganan tenaga kerja terhadap teknologi dan perubahan, kurangnya keahlian untuk mengelola implementasi smart manufacturing, dan ketidakjelasan definisi tentang manfaat/ROI smart manufacturing.

Menurut responden di Asia Pasifik, sistem manajemen mutu (quality management system/QMS) merupakan sistem smart manufacturing yang memiliki ROI terbesar, disusul manufacturing execution system (MES) dan enterprise resource planning (ERP).

Risiko keamanan siber dinilai sebagai kendala terbesar oleh semua responden yang ingin melakukan mitigasi lewat inisiatif smart manufacturing.

Sebanyak 88 persen pelaku manufaktur di Asia Pasifik berencana mempertahankan atau menambah jumlah tenaga kerja setelah mengadopsi teknologi. Di sisi lain, 39 persen responden menilai pihaknya akan mampu menata ulang tenaga kerja yang ada di tengah pesatnya penggunaan teknologi.

Di antara 94 persen pelaku manufaktur di Asia Pasifik yang telah memiliki kebijakan environmental, social and governance (ESG), baik secara formal atau informal, hampir setengahnya (48 persen) menilai "daya saing" sebagai faktor utama di balik inisiatif ESG.

“Jika kita belajar dari sejarah, organisasi yang mampu mengungguli pesaing di tengah kondisi yang tidak menentu adalah organisasi yang berinvestasi pada inovasi, serta berani mengambil sikap," kata Lakkundi .

Riset ini menaruh perhatian pada kenyataan bahwa teknologi berperan besar memitigasi risiko dan mewujudkan pertumbuhan. Meskipun demikian, bagi sepertiga pelaku manufaktur global, beragam jenis sistem dan platform yang tersedia justru menimbulkan "kelumpuhan teknologi"— ketidakmampuan memilih solusi yang tepat. 

Dalam mengatasi hal ini, pelaku manufaktur dapat memilih mitra dengan keahlian dan pengalaman industri yang relevan, serta mampu merekomendasikan dan mengarahkan mereka dalam mengimplementasikan solusi yang sesuai dengan tujuan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

"Di Rockwell, kami memadukan keunggulan portofolio solusi industri dengan ekosistem mitra terbaik untuk menjadi mitra terpercaya bagi perusahaan terkemuka di seluruh dunia," ujarnya. 

Dia menambahkan, perusahaan yang bergerak dalam industri otomatisasi dan transformasi digital seperti Rockwell dapat menyederhanakan segala hal yang kompleks dalam industri manufaktur dan mendampingi perusahaan dalam setiap fase perkembangannya.

Related Topics