Freeport Akan Gugat Aturan Baru Sri Mulyani Soal Bea Keluar Konsentrat

Jakarta, FORTUNE - Freeport-McMoran Inc berencana menggugat tarif bea ekspor konsentrat tembaga yang ditetapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 12 Juli lalu.
Tarif tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 71 tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas PMK Nomor 39 Tahun 2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Aturan tersebut berpotensi mengurangi kredit kas bersih per unit PT Freeport Indonesia sebesar U$0,19 per pon tembaga pada paruh kedua 2023—berdasarkan volume penjualan dan perkiraan harga logam saat ini.
"PTFI tengah melanjutkan pembicaraan dengan pemerintah Indonesia mengenai penerapan aturan baru ini, dan akan menggugat serta berupaya mendapatkan pemulihan atas setiap penilaian yang diterapkan," tulis Vice President dan Chief Accounting Officer Freeport-McMoRan, Ellie L. Mikes, dalam dokumen laporan triwulan II-2023 Freeport-McMoran kepada Komisi Sekuritas dan Bursa AS, dikutip Selasa (8/8).
PT Freeport Indonesia (PTFI) telah mencatatkan kredit kas bersih (termasuk kredit emas dan perak) sebesar U$0,09 per pon tembaga pada kuartal kedua 2023, dan U$0,08 per pon tembaga untuk enam bulan pertama 2023, yang lebih tinggi dari kredit kas bersih U$0,02 per pon tembaga pada kuartal II-2022 dan $0,04 per pon tembaga untuk enam bulan pertama 2022.
Peningkatan ini mencerminkan kredit emas dan perak yang lebih tinggi serta bea ekspor lebih rendah. Capaian tersebut mengimbangi peningkatan operasional yang diiringi biaya pemeliharaan bawah tanah dan pemrosesan lebih tinggi, serta dampak penurunan volume penjualan tembaga.
Biaya pemrosesan berfluktuasi seiring dengan volume logam yang dijual dan harga tembaga, sementara royalti berfluktuasi seiring dengan volume logam yang dijual serta harga tembaga dan emas.
Kenaikan biaya pemrosesan per pon tembaga dan per ons emas pada 2023 dibandingkan dengan tahun lalu disebabkan perjanjian baru PTFI dengan PT Smelting.