Penjualan Mobil 2025 Anjlok 10,6 Persen, Menperin Usul Insentif Segera

- Penjualan mobil 2025 anjlok 10,6 persen dari tahun sebelumnya, mencapai 635.844 unit.
- Produksi kendaraan turun menjadi 957.293 unit dari 996.741 unit pada 2024, dengan penurunan terbesar pada segmen entry-level, low, dan kendaraan komersial.
- Penjualan kendaraan listrik (EV) meningkat sepanjang 2025, namun sebagian besar berasal dari impor; Honda, Daihatsu, Toyota, Suzuki dan Mitsubishi mengalami penurunan penjualan sementara merek China menunjukkan lonjakan signifikan.
Jakarta, FORTUNE – Data penjualan kendaraan sepanjang 2025 menunjukkan pelemahan signifikan yang memicu kekhawatiran di kalangan produsen mobil dan pembuat kebijakan. Selama Januari–Oktober 2025, whole sales tercatat mencapai 635.844 unit, atau menurun 10,6 persen dari 711.064 unit pada periode yang sama tahun sebelumnya, menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).
Penurunan yang juga tercermin pada angka penjualan ritel—dari 731.113 unit menjadi 660.659 unit atau turun 9,6 persen—mendorong Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengusulkan pemberian insentif untuk menahan pelemahan industri otomotif. Agus menilai sektor ini memiliki peran strategis bagi penyerapan tenaga kerja dan keterkaitan rantai pasok, sehingga layak mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
Dampak penurunan produksi dan segmen utama
Data dari Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) menunjukkan produksi kendaraan per 2025 turun menjadi 957.293 unit dari 996.741 unit pada 2024.
Penurunan tahun ini paling tajam dirasakan pada segmen yang selama ini menjadi tulang punggung industri domestik: segmen entry-level turun 40 persen, segmen low turun 36 persen, dan kendaraan komersial anjlok 23 persen. Kondisi ini berpotensi menekan utilisasi pabrik serta menghambat investasi di industri komponen.
Agus menjelaskan bahwa industri otomotif memiliki keterkaitan yang kuat baik ke belakang maupun ke depan dalam rantai pasok, sehingga kontraksi penjualan dapat menimbulkan efek domino pada industri pendukung dan sektor turunan lainnya. Karena itu, ia menilai insentif atau stimulus menjadi kebutuhan mendesak untuk mencegah pelemahan yang lebih dalam.
Kemenperin menekankan bahwa tolok ukur paling dasar bagi kesehatan industri otomotif adalah pergerakan penjualan kendaraan di pasar, bukan semata pertumbuhan pada segmen tertentu atau besarannya investasi.
Menurutnya, pelemahan permintaan yang berlangsung bersamaan bisa menekan tingkat pemanfaatan pabrik, menahan arus investasi, dan bahkan memicu risiko terhadap lapangan kerja di sektor perakitan maupun komponen. Ia menambahkan, rancangan insentif harus mampu menjawab tantangan dari sisi permintaan (demand) sekaligus penawaran (supply). Meski berbagai usulan sebelumnya belum menghasilkan keputusan, Agus menegaskan bahwa pemerintah tetap akan memperjuangkannya.
“Ini tanggung jawab kami. Salah kalau tidak diperjuangkan. Doakan saja, kami berjuang agar sektor otomotif bisa bangkit,” ujarnya, seraya menyatakan tim Kemenperin sedang merumuskan skema insentif yang relevan. “Kami siapkan insentif yang bisa menjawab dari sisi demand dan supply. Semoga pada pertemuan berikutnya semuanya bisa tersenyum,” tambahnya.
Peralihan konsumen ke kendaraan impor dan EV
Salah satu dinamika pasar yang mencolok adalah lonjakan penjualan kendaraan listrik (EV), namun sebagian besar berasal dari impor. Sepanjang 2025, penjualan EV tercatat mencapai 69.146 unit, dan menurut Kemenperin, sekitar 73 persen dari jumlah tersebut merupakan kendaraan impor. Kondisi ini menimbulkan tantangan karena manfaat industri—seperti produksi dan penyerapan tenaga kerja—lebih banyak dinikmati negara asal impor.
Performa merek: Yang tertekan dan yang tumbuh
Penurunan penjualan turut memengaruhi peta merek. Beberapa merek besar mengalami koreksi: Honda turun 35,5 persen, Daihatsu turun 23,5 persen, Toyota turun 14 persen, Suzuki turun 8,6 persen, dan Mitsubishi turun 5,3 persen pada periode Januari–Oktober 2025.
Di sisi lain, merek-merek baru, khususnya asal China, menunjukkan lonjakan penjualan signifikan; BYD naik 178,2 persen, Denza melonjak 651,1 persen, Chery naik 142,7 persen, GWM 94,6 persen, BAIC 167,8 persen, Scania 32,4 persen, dan Volkswagen 193,2 persen.
FAQ seputar penjualan mobil 2025
Bagaimana penjualan mobil sepanjang Januari–Oktober 2025? | Whole sales tercatat 635.844 unit, turun 10,6 persen dari 711.064 unit pada periode yang sama tahun sebelumnya, menurut data Gaikindo. |
Segmen mana yang paling terpukul pada 2025? | Segmen entry-level turun 40 persen, segmen low turun 36 persen, dan kendaraan komersial turun 23 persen—ketiganya merupakan pilar pasar produksi dalam negeri. |
Apa merek mobil paling banyak diminati di Indonesia? | Toyota menjadi merek mobil paling banyak diminati sepanjang 2025, disusul Daihatsu dan Mitsubishi. |

















