BUSINESS

Phillia Wibowo: Konsultan McKinsey Lulusan Lokal Pertama

Ia salah satu Fortune Indonesia Most Powerful Women 2022.

Phillia Wibowo: Konsultan McKinsey Lulusan Lokal PertamaPhillia Wibowo.
11 April 2024
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Lebih dari dua dekade lalu, Phillia Wibowo jadi konsultan jebolan universitas lokal pertama di McKinsey & Company. Meski awalnya hanya kebetulan, ia mampu bertahan hingga akhirnya jadi nakhoda perempuan pertama dari Indonesia di firma konsultan terbesar di dunia itu.

Saat pertama kali diminta menjadi Managing Partner pada 2018, ia tak meloncat kegirangan. Kepalanya penuh. Memikirkan tanggung jawab yang ia emban di kursi itu saja sudah membuatnya tak bisa tidur tiga malam. Sebab, kala itu untuk pertama kalinya jabatan tersebut diberikan kepada perempuan Indonesia lulusan universitas lokal.

Tetapi, ia percaya amanah tak pernah salah pundak. Menafsirkan Kolose 3:23 dari Injil, dia bilang, “Itu mengingatkan saya untuk lanjut melakukan yang terbaik. Kamu sudah mendapatkan bakat maka gunakan itu. Tunaikan tanggung jawabmu.”

Kariernya berawal pada 1998. Saat itu, McKinsey berburu talenta Indonesia lulusan universitas dalam negeri lewat iklan di koran. Padahal biasanya, McKinsey menggelar safari ke universitas ternama guna mencari tim yang berbakat. “Kebetulan IP-nya masuk (kriteria),” ceritanya kepada Fortune Indonesia (17/5) seraya menyinggung akronim IP yang berarti indeks prestasi.

Karena Indonesia tengah dilanda krisis, setidaknya ada lebih dari 30.000 pelamar. Itu membuat kans untuk lolos semakin tipis. Namun, Phillia akhirnya menjadi konsultan. Sebab, selain bertanya ihwal kepemimpinan, McKinsey juga menguji kapabilitas pelamar dalam mengurai problem. Yang unik, ia belum tahu sama sekali soal tes kedua tersebut.

Bagi lulusan program studi Matematika Institut Teknologi Bandung sepertinya, mengurai masalah secara sistematik adalah makanan sehari-hari. “Waktu itu masalahnya saya ditanya berapa jumlah SPBU di Indonesia. Ya sudah saya bilang 75. Orangnya tanya, ‘mengapa 75?’ Saya pikir harus rasionalisasi. Kalau saya ke Kelapa Gading ada 3, berarti Jakarta 25 kalinya. Saat itu saya baru sadar, ternyata yang ia cari cara pemecahan masalah,” ujarnya.

Setelahnya, perjalanannya di McKinsey berliku. Pada masa-masa awal saja, ia ditugaskan ke Tiongkok dan Malaysia. Kendala bahasa dan penguasaan program Microsoft Excel sempat membuatnya agak kewalahan.

Bahkan, ia mengaku pernah membuat model yang salah saat menganalisis biaya proyek internal. Parahnya, ia baru menyadarinya sehari sebelum tenggat akhir. Dus, evaluasi pertamanya di McKinsey tak begitu baik dari segi analitik dan modelling. Dari situ, ia mulai mengasah kemampuan penggunaan berbagai program Microsoft hingga penilaiannya membaik di siklus evaluasi selanjutnya.

Setelah direkrut, ia mendapat beasiswa dari McKinsey di Kellogg School of Management pada 2001–2003, lalu kembali ke McKinsey sebagai konsultan. Pada 2005, ia ditunjuk menjadi Project Manager yang menangani urusan transformasi berskala nasional. Perjalanannya terus berlanjut ke jenjang Junior Partner pada 2008.

Memasuki 2011, Phillia didapuk menjadi partner perempuan Indonesia pertama di McKinsey & Company. Sebelum penunjukkan itu, ternyata ia pernah gagal di siklus pemilihan partner global McKinsey. Kecewa dan kesal menyelimuti. Sebab, ia merasa sudah bekerja keras dan menjalin hubungan baik dengan klien.

Waktu itu, salah satu Senior Partner memberi masukan agar ia lebih kolaboratif. Tak hanya membantu rekan, tapi juga meminta bantuan saat membutuhkan. “Saya pikir untuk bisa jadi partner, saya harus jadi superwoman. Itu pelajaran banget, kalau mau jadi pemimpin yang kolaboratif, kita harus berani vulnerable,” katanya. “Berani mengakui bahwa ada hal-hal yang kita enggak bisa dan itu tantangannya.”

Usai menuntaskan tugas sebagai Partner, ia dipercaya mengemban tugas sebagai Managing Partner McKinsey & Company di Indonesia pada 2018. Bahkan ia juga memimpin McKinsey’s People & Organizational Performance Practice di Asia Tenggara. 

Selama perjalanan kariernya itu, ia menerima beberapa tawaran menarik dari pelbagai pihak. Namun, tak ia hiraukan, kecuali pada 2014 ketika bergabung dengan President Transition Team sebagai Chief Operations Officer.

“Jadi sempat keluar lalu balik lagi, karena saya lihat bisa teruskan membantu Indonesia melalui McKinsey,” ujarnya.

Kini, Phillia mengembang amanah sebagai Leader of People & Organizational Performance Practice, Southeast Asia, McKinsey & Company.

Related Topics