BUSINESS

Adaro, Indika dan Bumi Resources Tanggapi Larangan Ekspor Batu Bara

Apa kata para pengusaha batu bara?

Adaro, Indika dan Bumi Resources Tanggapi Larangan Ekspor Batu BaraShutterstock/New Africa
06 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melarang ekspor batu bara pada 1–31 Januari 2022 demi memastikan pasokan batu bara mencukupi kebutuhan listrik domestik. Lantas seperti apa tanggapan pelaku usaha dalam negeri? 

Kementerian ESDM, sebelumnya mencatat setidaknya ada 20 PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) PLN dan swasta (independent power producer/IPP) yang mengalami kekurangan pasokan batu bara. Akibatnya, keandalan listrik untuk 10 juta dari 82 juta seluruh pelanggan PLN pun terancam. Hal ini yang kemudian mendasari pemerintah mengeluarkan kebijakan. 

Namun, kebijakan itu menuai protes. Salah satunya dari pengimpor batu bara Tanah Air, seperti Jepang. Pemerintah Negeri Sakura bahkan meminta Indonesia untuk mencabut pelarangan tersebut.

Lantas, bagaimana dampak kebijakan larangan ekspor batu bara terhadap perusahaan ? Apakah operasional perusahaan terganggu. Berikut ulasan berikut.

Dampak Larangan Ekspor Batu Bara Terhadap Anak Usaha

PT Adaro Enery Tbk (ADRO) menyatakan masih mengamati dampak lebiih lanjut yang ditimbulkan dari larangan ekspor batu bara. Namun demikian, perusahaan tak memungkiri bahwa beberapa anak  perusahaan yakni PT Adaro Indonesia, Balangan Coal Companies, PT Mustika Indah Permai, serta PT Maruwai Coal termasuk pihak yang ikut terdampak.

Oleh karena itu, perseroan tengah menyiapkan sejumlah langkah untuk menyikapi kebijakan pemerintah maupun terhadap perikatan yang ada dengan pihak lain.

“Mengingat bahwa anak-anak perusahaan telah memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan pengutamaan kebutuhan dalam negeri, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelas Sekretaris Perusahaan, Mahardika Putranto dalam keterbukaan informasi, dikutip Kamis (6/1).

Sementara itu, anak usaha perseroan, PT Maruwai Coal (MC) juga diklamim telah melakukan mitigasi terkait potensi wanprestasi dengan berkomunikasi secara intens dengan pembeli termasuk mengkaji kemungkinan penjadwalan ulang pengiriman dan/atau penyampaian pemberitahuan terjadinya keadaan kahar (force majeur). 

Pada 3 Januari 2022, MC telah mengirimkan surat kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara yang menyampaikan permohonan agar Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dapat memberikan izin ekspor kepada MC dengan pertimbangan bahwa jenis batubara yang diproduksi oleh MC adalah jenis batubara metalurgi (yang digunakan sebagai bahan baku industri baja).

"Jenis ini berbeda dengan batubara termal yang dibutuhkan untuk penyediaan atau pembangkitan tenaga listrik. Dimana larangan ekspor batubara tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Grup PLN," kata Direktur Adaro Minerals, Heri Gunawan dalam keterbukaan informasi. 

Tanggapan Indika Energy dan Bumi Resources

Sama halnya Adaro dan anak usaha, PT Indika Energy Tbk (INDY) menilai larangan ekspor akan mempengaruhi kegiatan operasional entitas anak perusahaan yang bergerak di sektor batu bara. Kebijakan itu berpotensi menghilangkan pendapatan dari penjualan batu bara, bahkan melahirkan kerugian lain.

“Seperti demurrage, pembatalan tongkang dan kapal, serta pinalti,” tulis Sekretaris Perusahaan INDY, Adi Pramono dalam keterbukaan informasi.

Pernyataan ini juga diamini manajemen Bumi Resources Tbk (BUMI). Menurut manajemen, larangan ekspor ini juga memiliki potensi demurrage dan pinalti yang mungkin terjadi akibat tertahannya pengiriman batu bara ke luar negeri.

"Sekalipun perseroan dan entitas anak telah memenuhi kebijakan Kewajiban Pasar Domestik (DMO), dengan mendahulukan kebijakan pasokan batu bara untuk kepentingan dalam negeri (termasuk PLN), namun perusahaan akan tetap mengikuti kebijakan pemerintah," tulis Direktur dan Sekertaris Perusahaan Bumi Resources, Dileep Srivastava, Kamis (6/1).

Kendati demikian, perseroan berharap pemerintah segera mencabut larangan ini, khususnya kepada perusahaan yang telah memenuhi DMO.

Related Topics