BI Guyur Likuiditas Rp370 Triliun untuk Bank BUMN Hingga Asing

- BI menggelontorkan likuiditas Rp370 triliun untuk bank BUMN, BUSN, BPD, dan KCBA.
- Stabilitas sistem keuangan tetap kuat dengan AL/DPK 26,22%, CAR 26,95%, dan NPL 2,22% (bruto).
- Pertumbuhan kredit positif namun selektif, dengan proyeksi pertumbuhan kredit di batas bawah 11–13 persen pada 2025.
Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) mengintensifkan suntikan likuiditas ke perbankan melalui penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), mencapai Rp370,6 triliun hingga minggu kedua April 2025.
Peningkatan ini sejalan dengan kenaikan batas maksimal KLM menjadi 5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK) per 1 April 2025, dari sebelumnya 4 persen.
Kebijakan ini digulirkan di tengah upaya menjaga stabilitas sistem keuangan nasional sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi dengan memacu penyaluran kredit, terutama ke sektor-sektor strategis. Jumlah insentif yang disalurkan ini melonjak Rp78,3 triliun dibandingkan posisi akhir Maret 2025 yang tercatat Rp292,3 triliun.
Insentif likuiditas tersebut didistribusikan ke berbagai kategori bank. Bank milik negara (BUMN) menerima Rp161,7 triliun, sementara bank umum swasta nasional (BUSN) mendapatkan Rp167,4 triliun. Bank Pembangunan Daerah (BPD) memperoleh Rp35,7 triliun, dan kantor cabang bank asing (KCBA) mendapatkan Rp5,8 triliun.
Sektor perumahan mendapat perhatian khusus dengan lonjakan insentif sebesar Rp84 triliun, memperkuat komitmen BI pada pembiayaan sektor tersebut.
“Insentif ini kami arahkan untuk mendukung penyaluran kredit, terutama ke sektor-sektor prioritas yang strategis bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Perry saat pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) April 2025, Rabu (23/4).
BI mengarahkan insentif ini ke sektor-sektor prioritas yang dianggap strategis bagi pertumbuhan ekonomi. Ini mencakup pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi dan pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta segmen UMKM, ultra mikro, dan sektor hijau.
Stabilitas sistem keuangan tetap kuat
Di samping agresif menggelontorkan likuiditas, BI menekankan soliditas ketahanan sistem keuangan nasional. Rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) per Maret 2025 tercatat tinggi pada 26,22 persen, menunjukkan kelonggaran likuiditas memadai di perbankan.
Rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) per Februari 2025 juga terjaga tinggi pada level 26,95 persen. Risiko kredit tetap terkendali dengan rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) sebesar 2,22 persen (bruto) dan 0,81 persen (neto).
BI juga melakukan stress test untuk menguji ketahanan perbankan. Hasilnya menunjukkan perbankan tetap kuat.
“Hasil stress test Bank Indonesia menunjukkan ketahanan perbankan kita tetap kuat, didukung oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang masih terjaga,” ujar Perry.
Kredit tumbuh positif, tapi selektif
Pertumbuhan kredit perbankan pada Maret 2025 mencapai 9,16 persen secara tahunan (YoY), sedikit melambat dari 10,30 persen pada Februari. Meski begitu, kredit investasi tetap menjadi penggerak utama dengan pertumbuhan 13,36 persen (YoY), disusul kredit konsumsi 9,32 persen, dan kredit modal kerja 6,51 persen.
Sektor industri, pertambangan, dan jasa sosial berkontribusi besar pada pertumbuhan kredit. Sebaliknya, sektor konstruksi dan perdagangan masih menunjukkan pertumbuhan yang relatif tertahan. Kredit syariah juga mencatatkan geliat positif tumbuh 9,18 persen (YoY), sedangkan kredit untuk UMKM tumbuh tipis 1,95 persen (YoY).
Melihat prospek global dan tantangan likuiditas, BI memproyeksikan pertumbuhan kredit pada 2025 akan berada di batas bawah kisaran 11–13 persen. Untuk mendukung proyeksi ini, kebijakan makroprudensial akan terus diperkuat. BI juga akan mengoptimalkan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) untuk memperkuat pendanaan bank sekaligus menjaga stabilitas pasar keuangan.
“Sinergi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus kami tingkatkan, guna memastikan bahwa dorongan terhadap kredit juga sejalan dengan stabilitas sistem keuangan,” kata Perry.