Jakarta, FORTUNE - Sebagian besar penyaluran kredit di berbagai jenis usaha di Indonesia masih belum menggunakan penjaminan, sehingga dikhawatirkan memperburuk kualitas kredit perbankan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, rasio outstanding penjaminan kredit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih sangat rendah di level 2,6 persen pada 2023. Kondisi itu berbanding jauh dibandingkan negara lain seperti Jepang dan Korea Selatan yang mencapai 7,3 persen dan 7,4 persen. Untuk memacu hal tersebut, OJK luncurkan roadmap atau peta jalan pengembangan dan penguatan industri penjaminan Indonesia 2024-2028.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono optimis, adanya roadmap itu mampu meningkatkan rasio hingga 3,5 persen pada empat tahun mendatang.
“Kehadiran lembaga penjaminan sangat penting sebagai penjamin bagi UMKM untuk mendapatkan pembiayaan, khususnya bagi UMKM yang feasible but unbankable. Hal ini akan mampu mendorong UMKM untuk naik kelas, menciptakan produk bernilai tambah tinggi, dan pada akhirnya berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat Indonesia. Peran industri penjaminan di beberapa negara memang ditujukan untuk membantu UMKM,” kata Ogi di Jakarta, Selasa (27/8).