Rasio terhadap PDB Terjaga, Utang Luar Negeri Indonesia Menyusut

- Penyusutan utang luar negeri (ULN) terjadi secara bulanan.
- Posisi ULN tahunan tumbuh tipis 0,3 persen, dengan rasio terhadap PDB stabil pada level 29,3 persen.
- ULN swasta turun menjadi US$190,7 miliar.
Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Oktober 2025 kembali menyusut. Posisi ULN mencapai US$423,9 miliar, atau mengalami penurunan 0,4 persen secara bulanan dibandingkan dengan posisi September 2025 yang mencapai US$425,6 miliar.
Meski demikian, posisi ULN Indonesia secara tahunan (year-on-year/YoY) mengalami pertumbuhan tipis 0,3 persen.
Dalam siaran pers resmi, dikutip Senin (15/12), Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menyatakan struktur utang tetap sehat.
Kondisi itu tecermin pada rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang stabil pada level 29,3 persen. Selain itu pula, dominasi instrumen jangka panjang mencapai 86,2 persen dari total utang.
Penurunan posisi ULN secara bulanan terutama dipengaruhi oleh dinamika sektor swasta. Posisi ULN swasta pada Oktober 2025 tercatat sebesar US$190,7 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar US$192,5 miliar.
Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi pertumbuhan 1,9 persen (YoY).
Penurunan ini terjadi pada kelompok lembaga keuangan (4,7 persen) maupun perusahaan bukan lembaga keuangan (1,2 persen).
Sektor penyumbang terbesar meliputi industri pengolahan, jasa keuangan, pengadaan listrik, serta pertambangan, dengan pangsa mencapai 80,9 persen dari total ULN swasta.
Sebaliknya, ULN pemerintah mencatatkan kenaikan tahunan sebesar 4,7 persen (YoY) menjadi US$210,5 miliar.
Peningkatan ini dipengaruhi oleh aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) internasional, seiring terjaganya kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia.
Dalam keterangannya, BI menegaskan sebagai instrumen pembiayaan APBN, ULN dikelola secara cermat, terukur, dan akuntabel.
Pemanfaatannya difokuskan untuk mendukung sektor prioritas, seperti: jasa kesehatan dan kegiatan sosial, 22,2 persen; administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, 19,6 persen; jasa pendidikan, 16,4 persen; konstruksi, 11,7 persen; transportasi dan pergudangan, 8,6 persen.
Posisi ULN pemerintah dinilai aman karena hampir seluruhnya, yakni 99,99 persen, merupakan utang jangka panjang.
Menurut Denny, BI dan pemerintah berkomitmen terus memperkuat koordinasi pemantauan untuk meminimalkan risiko stabilitas perekonomian.















