Ancaman Tarif Trump Terus Dorong Emas, Simak Proyeksi Harganya

- Perang dagang antara AS dan Eropa memperkuat ketidakpastian pasar, meningkatkan permintaan emas sebagai aset lindung nilai.
- Data inflasi yang lemah memperkuat spekulasi pemangkasan suku bunga oleh Fed, memberikan dukungan bagi harga emas.
Jakarta, FORTUNE - Harga emas sebentar lagi menyentuh US$3.000 per troy ounce.
Berdasarkan data Trading Economics, emas spot diperdagangkan pada level US$2.996 per troy ounce pada Jumat (14/3) pukul 14:22 WIB. Sentimen negatif di pasar menjadi pendorong utama investor berburu emas sebagai aset safe haven.
Analis mata uang, Lukman Leong, mengatakan ancaman tarif yang dilontarkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap impor alkohol dari Eropa menjadi salah satu pemicu ketidakpastian di pasar.
"Ancaman tarif 200 persen kemungkinan tidak akan terjadi, namun hal ini memberikan sentimen negatif. Semua tindakan tarif balasan apapun semakin meningkatkan tensi," katanya kepada Fortune Indonesia, Jumat (14/3).
Dikutip dari Reuters, perkembangan terbaru perang dagang Trump telah melibatkan banyak pihak. Sebagai tindakan balasan terhadap tarif AS untuk baja dan aluminium, Uni Eropa menetapkan pajak 50 persen atas ekspor wiski Amerika.
Namun, Trump mengancam melalui Truth Social bahwa AS akan mengenakan tarif 200 persen terhadap impor anggur dan minuman beralkohol dari Eropa. Eskalasi perang dagang ini memperkuat ketidakpastian pasar dan meningkatkan permintaan emas sebagai aset lindung nilai.
Di sisi lain, data ekonomi AS yang lebih lemah, terutama data inflasi, serta proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi AS menyebabkan prospek pemangkasan suku bunga oleh Fed akan meningkat menjadi 75 basis poin hingga akhir tahun.
Menurut Lukman, ketidakpastian itu memperkuat daya tarik emas sebagai aset investasi dengan menurunnya opportunity cost.
Research & Development ICDX, Tiffani Safinia, menimpali bahwa pernyataan Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, yang menyebut resesi justru dapat bermanfaat bagi implementasi kebijakan ekonomi Trump justru makin menambah ketidakpastian mengenai prospek pertumbuhan AS ke depan.
Lalu, data terbaru dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa Indeks Harga Produsen (PPI) secara tak terduga stagnan pada bulan Februari.
Secara tahunan, PPI melambat menjadi 3,2 persen, level terendah dalam tiga bulan terakhir dan di bawah ekspektasi pasar. Sementara itu, Indeks Harga Konsumen (CPI) meningkat 0,2 persen pada Februari, lebih rendah dari kenaikan 0,5 persen pada bulan sebelumnya.
"Data inflasi yang lebih lemah memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan mempertimbangkan kembali sikap kebijakan moneternya, memberikan dukungan lebih lanjut bagi harga emas," ujar Tiffany.
Dengan kondisi ini, Tiffany memproyeksi mengatakan resistance tedekat harga emas pada US$3.004 jika terjadi rebound teknis. Namun, tidak tertutup kemungkinan area support teruji pada kisaran US$2.982 hingga US$2.977.
Lukman memproyeksi pada kuartal pertama emas sanggup menyentuh US$3.000, bahkan bisa menyentuh US$3.100 - US$3.200 pada kuartal II-2025. Menurutnya, sentimen utamanya masih sama terkait perang tarif Trump dan kondisi ekonomi AS. Harga emas bisa turun apabila perang tarif mereda.
"Tetapi, investor juga harus selalu antisipasi potensi berakhirnya perang di Ukraina. Hal ini akan menjadi setback bagi harga emas walau tidak akan menghentikan reli di masa depan," kata Lukman.