Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
For
You

Dominasi Stablecoin Menguat, Bank Sentral Eropa Beri Peringatan

ilustrasi stablecoin
ilustrasi stablecoin (fireblocks.com)

Jakarta, FORTUNE - Laporan terbaru European Central Bank (ECB) menyebutkan bahwa nilai pasar stablecoin berpotensi tumbuh jauh lebih cepat dari sebelumnya.

Bank Sentral Eropa memperingatkan bahwa ekspansi pesat aset kripto berdenominasi fiat itu dapat menciptakan risiko baru bagi stabilitas sistem keuangan, terutama karena keterkaitannya dengan pasar global makin kuat. Meski demikian, penggunaan stablecoin di kawasan euro masih relatif kecil.

Mengutip Yahoo Finance, analisis tersebut tertuang dalam laporan ECB berjudul “Stablecoins on the rise: still small in the euro area, but spillover risks loom” yang ditulis oleh Senne Aerts, Claudia Lambert, dan Elisa Reinhold.

Dokumen itu menyoroti kerentanan struktural, fungsi stablecoin, serta risiko lintas batas yang muncul seiring ekspansi ekosistemnya. Para peneliti mencatat bahwa kapitalisasi pasar gabungan stablecoin telah menembus US$280 miliar atau sekitar Rp4.663 triliun. Nilai tersebut merupakan rekor tertinggi dan mewakili sekitar 8 persen dari total pasar aset digital global.

Dua stablecoin berbasis dolar AS mendominasi pasar. Tether (USDT) membukukan kapitalisasi US$184 miliar atau kisaran Rp3.064 triliun, sementara USDC mencapai US$75 miliar atau Rp1.249 triliun. Sebaliknya, stablecoin berdenominasi euro masih sangat kecil, yakni hanya €395 juta atau kisaran Rp7,58 triliun.

Ketimpangan ini mencerminkan dominasi mata uang dolar dalam pasar stablecoin. ECB menilai lonjakan minat ini sebagian dipicu oleh kejelasan regulasi global yang meningkat, termasuk penerapan aturan MiCA dan Undang-Undang GENIUS oleh Uni Eropa.

Dalam laporannya, ECB menekankan bahwa aktivitas stablecoin saat ini masih terpusat pada perdagangan kripto, bukan pembayaran di dunia nyata. Sekitar 80 persen transaksi di bursa kripto terpusat menggunakan stablecoin, memperlihatkan fungsi utamanya sebagai aset penyelesaian dalam ekosistem keuangan digital.

Meski sering dipromosikan sebagai sarana pembayaran lintas negara atau penyimpan nilai bagi negara berinflasi tinggi, ECB menemukan bukti yang sangat terbatas mengenai penggunaan stablecoin oleh konsumen. Hanya sekitar 0,5 persen dari seluruh volume transaksi stablecoin yang tercatat sebagai aktivitas ritel murni, menunjukkan bahwa adopsi nyata di lapangan masih minim.

Para penulis juga menyoroti bahwa stablecoin rentan terhadap masalah struktural serius. Insiden pelepasan nilai (de-pegging) hingga penarikan dana besar-besaran (redemption run) menjadi ancaman utama bagi stabilitas sistem. Kerentanan ini muncul karena stablecoin terbesar ditopang oleh cadangan aset tradisional berskala besar, terutama obligasi pemerintah Amerika Serikat, sehingga memperkuat keterhubungan langsung dengan pasar keuangan global.

USDT dan USDC kini termasuk dalam kelompok pemegang surat utang pemerintah AS terbesar, dengan portofolio cadangan sebanding dengan 20 reksa dana pasar uang terkemuka. Jika terjadi ekspansi mendadak, pelepasan obligasi dalam jumlah besar bisa mengganggu salah satu pasar pendanaan paling vital di dunia.

Laporan tersebut menambahkan bahwa bila pertumbuhan stablecoin terus berlangsung seperti sekarang, kapitalisasi pasarnya dapat mendekati US$2 triliun atau Rp3.330 triliun pada 2028. Risiko akan semakin besar karena tingkat konsentrasi pasar yang ekstrem, dengan dua penerbit menguasai sekitar 90 persen suplai global.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pingit Aria
EditorPingit Aria
Follow Us

Latest in Market

See More

Pollux Hotels Rilis Obligasi Hijau Rp500 Miliar Dijamin Penuh CGIF

26 Nov 2025, 10:40 WIBMarket