5 Fakta Pajak Kripto yang Berlaku Mulai Agustus 2025

- PPh Final kripto naik jadi 0,21%, lebih tinggi jika transaksi dilakukan melalui platform luar negeri
- Aset kripto tidak lagi kena PPN, berubah status menjadi aset keuangan digital yang dipersamakan dengan surat berharga
- Layanan jasa tetap dikenai PPN dan PPh, termasuk penyediaan sarana elektronik oleh platform perdagangan dan verifikasi transaksi oleh penambang kripto
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, resmi memberlakukan aturan baru mengenai perpajakan atas transaksi aset kripto yang efektif mulai 1 Agustus 2025. Ketentuan ini tertuang dalam tiga regulasi sekaligus, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50, 53, dan 54 Tahun 2025.
Aturan tersebut tidak hanya merevisi tarif pajak, tetapi juga menetapkan status hukum baru bagi aset kripto dalam ekosistem keuangan nasional. Untuk lebih lengkapnya, berikut lima fakta penting mengenai pemberlakuan pajak kripto yang perlu diketahui.
1. PPh Final untuk kripto naik menjadi 0,21 persen
Salah satu perubahan paling signifikan adalah penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final atas transaksi aset kripto. Berdasarkan PMK 50 Tahun 2025, transaksi yang dilakukan melalui penyelenggara perdagangan dalam negeri akan dikenai PPh Pasal 22 Final sebesar 0,21% dari nilai transaksi.
Jika transaksi dilakukan melalui platform luar negeri, maka tarif yang berlaku lebih tinggi, yakni 1%, dan pajak tersebut harus disetor sendiri oleh pengguna. Aturan tersebut merupakan revisi dari ketentuan sebelumnya yang menetapkan tarif 0,1% (untuk pedagang terdaftar di Bappebti) dan 0,2% (untuk non-Bappebti).
2. Aset kripto tidak lagi kena PPN
Seiring diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU P2SK), status aset kripto kini berubah dari yang semula dikategorikan sebagai komoditas menjadi aset keuangan digital yang dipersamakan dengan surat berharga.
Dampaknya, transaksi pembelian atau pertukaran aset kripto tidak lagi dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Perlakuan ini sejalan dengan ketentuan perpajakan atas instrumen keuangan lainnya seperti saham dan obligasi.
3. Layanan jasa tetap dikenai PPN dan PPh
Meskipun perdagangan kripto dibebaskan dari PPN, berbagai layanan pendukung transaksi tetap dikenai pajak. Beberapa di antaranya meliputi:
Jasa penyediaan sarana elektronik oleh platform perdagangan (exchange)
Jasa verifikasi transaksi oleh penambang kripto
PPN atas jasa platform dikenakan atas nilai lain sebesar 11/12 dari komisi atau imbalan yang diterima. Sementara itu, jasa verifikasi oleh penambang dikenai PPN yang dihitung berdasarkan 20% dari tarif PPN dikalikan dengan nilai pengganti, yaitu aset kripto atau uang yang diterima sebagai kompensasi.
Adapun penghasilan yang diperoleh oleh penyelenggara platform dan penambang kripto tetap dikenai PPh berdasarkan tarif umum sesuai Pasal 17 UU PPh.
4. Platform luar negeri juga wajib pungut PPh
Kebijakan terbaru ini juga mencakup ketentuan bagi platform luar negeri (PPMSE asing) yang menyediakan layanan perdagangan kripto untuk pengguna Indonesia. Platform tersebut akan ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 sesuai kriteria dan mekanisme yang ditetapkan oleh DJP.
Hal ini tujuannya untuk menciptakan kesetaraan perlakuan antara platform domestik dan asing, mencegah penghindaran pajak, serta memperluas cakupan fiskal terhadap transaksi lintas batas.
5. Dampak kebijakan pajak kripto
Ketentuan perpajakan kripto disambut positif oleh pelaku industri. Chairman Indodax, Oscar Darmawan, menyebut regulasi tersebut sebagai bentuk pengakuan penting atas keberadaan aset kripto dalam ekosistem keuangan nasional. Menurutnya, penghapusan PPN serta penyederhanaan mekanisme pajak dapat menurunkan beban administratif dan biaya transaksi, sekaligus meningkatkan preferensi masyarakat terhadap platform lokal yang patuh pada regulasi.
“Penetapan PPN 0% adalah langkah besar yang menempatkan aset kripto sejajar dengan produk keuangan lainnya yang juga bebas PPN. Ini merupakan langkah pengakuan penting terhadap industri kripto sebagai bagian dari ekosistem keuangan nasional,” ujar Oscar dalam keterangan resminya”
Oscar juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan regulator dalam memastikan implementasi kebijakan ini tidak menghambat pertumbuhan industri. Dengan regulasi yang jelas, diharapkan partisipasi masyarakat dan investor terhadap pasar aset digital di Indonesia akan semakin meningkat.
Meskipun bukan pajak baru, perubahan ini mencerminkan penyesuaian fiskal terhadap perkembangan teknologi keuangan dan investasi digital. Bagi para pelaku dan pengguna kripto, memahami kewajiban perpajakan ini sangat penting agar tetap berada dalam koridor hukum dan terhindar dari risiko sanksi. Semoga informasi ini bermanfaat untuk Anda!