MARKET

Berkenalan dengan Buyback Saham, dan Segala Dampaknya Bagi Investor

Buyback saham cenderung memberikan sentimen positif.

Berkenalan dengan Buyback Saham, dan Segala Dampaknya Bagi InvestorShutterStock/AndreyPopov
12 November 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pasar modal Indonesia akhir-akhir ini ramai dengan aksi pembelian kembali atau buyback saham oleh sejumlah emiten. Lalu, apa itu buyback saham? Dan bagaimana dampaknya bagi investor?

Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Asuransi Multhi Artha Guna, misalnya, pada Kamis (11/11) mengumumkan akan melakukan aksi tersebut dengan jumlah saham yang dibeli sebesar Rp237,19 juta saham atau senilai Rp23,72 miliar. Perusahaan menyiapkan dana Rp82 miliar dengan jangka waktu hingga Februari 2022.

Emiten rumah sakit, PT Medikaloka Hermina Tbk, juga mengumumkan hal sama. Perusahaan akan melakukan pembelian kembali saham dengan jumlah maksimal 40 juta lembar saham dan dana maksimum Rp50 miliar.

Dari sektor ritel, ada PT Matahari Department Store Tbk yang pada pekan lalu mengumumkan aksi buyback dengan dana maksimal Rp500 miliar. Sebelumnya, perusahaan pada Jumat (6/8) juga sudah melakukan buyback Rp450 miliar.

Pengertian buyback

Lalu apa sebenarnya buyback itu? Melansir Investopedia, buyback merupakan aksi korporasi saat perusahaan kembali membeli sahamnya dari kepemilikan publik. Dengan begitu, saham yang kembali dibeli perusahaan tersebut jumlah saham beredarnya akan berkurang di pasar.

Dalam melakukan buyback, perusahaan biasanya akan menggunakan persediaan kasnya,. Pembelian pun dapat dilakukan melalui penawaran tender atau pasar terbuka.

Alasan perusahaan buyback

Mungkin agak membingungkan kenapa sebuah perusahaan melakukan buyback setelah mereka menerbitkan saham ke publik (yang sebenarnya juga untuk meraih permodalan).

Menurut Investopedia, setidaknya ada tiga alasan mengapa perseroan melakukan buyback. Pertama, buyback membantu perusahaan mengonsolidasikan kepemilikannya. Kedua, ketika ada pesimisme pasar, aksi korporasi itu akan meningkatkan nilai ekuitas perusahaan. Ketiga, buyback dapat membuat perusahaan terlihat lebih sehat—sehingga bisa menarik perhatian investor.

Pengamat pasar modal, Hans Kwee, turut memberikan penjelasan yang mungkin lebih sederhana soal aksi tersebut. Dia mengatakan, buyback ini bisa menjadi sinyal bahwa harga saham suatu perusahaan sedang murah. Dus, perusahaan terkait memutuskan untuk melakukan buyback.

Namun, dengan buyback tersebut, setelahnya cenderung berdampak positif karena harga saham bisa bergerak naik. Ini diperkirakan terjadi lantaran dengan buyback, seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa jumlah saham beredar di pasar akan berkurang. Sedangkan, pada saat yang sama tingkat permintaan juga bisa tinggi.  

“Dengan sendirinya demand ini mendorong harga saham naik,” kata Hans kepada Fortune Indonesia, Jumat (12/11).

Hans juga mengatakan, secara perhitungan, aksi sedemikian akan turut meningkatkan rasio laba per saham (earning per share/EPS). Itu kembali ke faktor awal: jumlah keseluruhan saham yang beredar telah berkurang. “Nah dengan EPS naik harga saham dengan sendirinya juga akan terdorong naik karena valuasinya terasa murah,” katanya.

Related Topics