MARKET

Harga Rumah Anjlok, Pasar Properti Tiongkok Kian Tersuruk

Perekonomian Tiongkok juga sedang melambat saat ini.

Harga Rumah Anjlok, Pasar Properti Tiongkok Kian TersurukProperti hunian di Tiongkok. Shutterstock/Fabio Nodari
16 December 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Gejolak pasar properti Tiongkok tampaknya kian menjadi-jadi. Harga rumah anjlok mencapai titik terendah dalam beberapa tahun belakangan. Sejalan dengan itu, perekonomian Tiongkok juga sedang melambat. 

Berdasarkan kalkulasi Reuters menurut data Biro Statistik Nasional (NBS), pada November 2021 harga rumah baru turun 0,3 persen secara bulanan, lebih buruk dari 0,2 persen pada bulan sebelumnya. Penurunan sekian itu terdalam sejak Februari 2015.

Dari 70 kota yang disurvei oleh NBS, tercatat hanya sembilan daerah yang mengalami kenaikan harga rumah secara bulanan. Itu juga angka paling sedikit enam tahun terakhir.  

NBS menambahkan penjualan rumah berdasarkan nilai aktual turut merosot 16,31 persen—dan merupakan kontraksi dalam lima bulan beruntun. Hal itu mengindikasikan suramnya permintaan meski di saat sama pemerintah kota berikhtiar mendorong penjualan.

"Kota-kota dari semua kelas berada di bawah tekanan," kata Yan Yuejin, direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan E-house China yang berbasis di Shanghai kepada Reuters, Rabu (15/12). "Skala pasokan pasar saat ini besar dan permintaan lemah. Kuncinya adalah mempercepat pengurangan stok untuk menstabilkan harga rumah."

Sektor properti Tiongkok tengah bergulat dengan peraturan yang lebih ketat tahun ini. Pemerintah menerapkan batasan pinjaman bank dan berapa banyak pengembang properti yang dapat meminjam di tengah kemelut keterbatasan pembiayaan.

Pekan lalu, pengembang properti besar Evergrande Group dan Kaisa melewatkan tenggat waktu pembayaran obligasi luar negeri mereka. Melihat kondisi itu, Fitch Ratings—selaku lembaga pemeringkat internasional—menurunkan peringkat keduanya ke status “default terbatas”

Pada sisi penawaran, konstruksi baru yang diukur berdasarkan luas lantai turun 21,03 persen setahunan pada periode sama—melanjutkan tren penurunan delapan bulan terakhir. Sedangkan, investasi properti oleh pengembang turun 4,3 persen.

“Akibat dampak ganda dari perlambatan siklus dan kebijakan (pemerintah), ditambah dengan krisis utang di beberapa pengembang, guncangan properti belum berlalu, tetapi dengan respons kebijakan yang baik, risiko sistemik dapat dihindari,” kata Zhang Yi, kepala ekonom di Zhonghai Shengrong Capital Management.

Sejumlah indikator ekonomi turut melambat

Ilustrasi proyek properti di Cina. Shutterstock/DreamArchitect
Ilustrasi proyek properti. Shutterstock/DreamArchitect

Melansir The Guardian, permintaan rumah baru yang lesu sejalan dengan metrik lain di seluruh ekonomi Tiongkok. Penjualan ritel riil, misalnya, meningkat hanya 0,5 persen setahunan, turun dari 1,9 persen pada Oktober. Angka itu merupakan terlemah sejak Agustus 2020 serta jauh di bawah level sebelum pandemi. Konsumen diperkirakan tetap berhati-hati seiring wabah COVID-19.

Data lalu lintas penumpang juga menunjukkan bahwa masyarakat tidak bepergian dan menghabiskan banyak uang. Penjualan selama festival belanja tahunan 1-11 November—mirip dengan “Black Friday” di Amerika Serikat—melambat ketimbang tahun sebelumnya.

Output industri meningkat bulan lalu setelah kekurangan listrik dari bulan-bulan sebelumnya. Namun, para ekonom mengatakan gambaran keseluruhan menjadi lebih suram.

“Secara keseluruhan, pertumbuhan produksi industri hanya sedikit lebih kuat, tren investasi tetap sangat lemah dan data penjualan ritel menunjukkan pertumbuhan konsumsi yang minimal,” kata Gerard Burg ekonom dari Westpac di Australia.

Banyak ekonom mengharapkan bank sentral Tiongkok untuk mengurangi suku bunga utama dari 3,85 persen saat ini (lebih tinggi dari setiap ekonomi negara utama di Barat). Lalu, lebih banyak langkah fiskal untuk meningkatkan aktivitas.

Pemerintah Tiongkok telah meluncurkan paket kebijakan untuk mendorong pemulihan ekonomi, termasuk membebaskan bank untuk meminjamkan lebih banyak uang kepada bisnis yang mereka bidik. 

Related Topics