REC Dinilai Bisa Percepat Payback Priod Industri EBT

- Renewable Energy Certificate (REC) memberikan multiplier effect pada industri EBT dengan tambahan sumber pendapatan di luar penjualan listrik utama.
- Keberadaan REC meningkatkan daya tarik investasi di sektor EBT, dengan potensi besar pengembangan energi hijau di Indonesia.
- Perdagangan REC dapat menjadi sweetener bagi pelaku usaha untuk mengembangkan pembangkit listrik berbasis EBT, dengan infrastruktur terkoneksi dengan sistem registri dari Evident I-REC dan APX TIGRs.
Jakarta, FORTUNE - Sertifikat energi terbarukan atau Renewable Energy Certificate (REC) dinilai bisa memberikan dampak berganda (multiplier effect) terhadap industri pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT), melalui tambahan sumber pendapatan di luar penjualan listrik utama.
Direktur Utama Indonesia Commodity & Derivative Exchange (ICDX) atau Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) Fajar Wibhiyadi mengatakan, REC merupakan semacam insentif bagi pihak yang mengembangkan pembangkit listrik berbasis EBT, dan tidak bisa dinikmati oleh pihak yang mengembangkan pembangkit listrik non EBT.
"REC bisa memberikan pendapatan tambahan bagi pengembang pembangkit listrik berbasis EBT. Adanya pendapatan tambahan ini tentunya bisa mempercepat pengembalian modal investasi (payback period)," ujar Fajar dalam ketersngan resmi, Kamis (6/11).
Keberadaan REC ini dapat meningkatkan daya tarik investasi di sektor EBT. Sebab Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi hijau ini, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air, tenaga surya, tenaga panas bumi atau geothermal, tenaga bayu (angin), serta tenaga sampah.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menyebutkan, realisasi investasi di sektor RBT nasional pada semester 1 2025 mencapai sekitar US$1,3 miliar atau sekitar Rp21,64 triliun. Adapun untuk tahun 2025 ini Kementerian ESDM menargetkan investasi EBT sebesar US$1,5 miliar, naik tipis dibandingkan realisasi investasi EBT pada tahun 2024 sebesar US$1,49 miliar atau setara Rp24,04 triliun.
Sementara berdasarkan data Pembiayaan Sektor Ketenagalistrikan Indonesia 2019–2023 yang dirilis Climate Policy Initiative (CPI), total investasi sektor ketenagalistrikan selama lima tahun terakhir mencapai US$38,02 miliar, atau rata-rata US$7,6 miliar per tahun. Sedangkan rata-rata investasi tahunan khusus untuk EBT baru memcapai 1,79 miliar dolar AS.
"Harapannya tentu dengan adanya perdagangan REC ini, dapat menjadi sweetener bagi pelaku usaha untuk mengembangkan pembangkit listrik berbasis EBT," lanjutnya.
REC merupakan sertifikat atas produksi tenaga listrik yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sesuai standar yang diakui secara nasional dan/atau internasional. Dalam perhitungannya, 1 REC akan setara dengan 1 MWh. Perdagangan REC secara infrastrukturnya terkoneksi dengan sistem registri dari Evident I-REC dan APX TIGRs.









