Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Tarif Trump Semakin Meningkatkan Kekhawatiran Terjadinya Resesi

ilustrasi prestasi saham naik turun
ilustrasi saham (unsplash.com/ Maxim Hopman)

Jakarta, FORTUNE - Pasar saham lagi-lagi bereaksi keras terhadap pengumuman tarif dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Pada Selasa (8/4), AS mengumumkan tarif sebesar 104 persen untuk impor barang dari Tiongkok akan segera berlaku setelah tengah malam waktu setempat.

Sebelumnya, perekonomian global memang sudah dibuat khawatir sejak tarif AS sebesar 10 persen mulai diterapkan pada akhir pekan. Kebijakan ini langsung memicu aksi jual besar-besaran pada berbagai bursa saham di seluruh dunia dan menimbulkan ketakutan akan terjadinya resesi.

Laman Reuters mewartakan bursa saham Amerika Serikat, yang sempat naik pada awal perdagangan Selasa, ternyata terus bergerak melemah sepanjang hari. Pada akhirnya, pasar ditutup dengan penurunan cukup dalam.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) anjlok 320 poin atau setara dengan 0,84 persen. Indeks S&P 500 yang lebih luas juga ikut merosot 1,57 persen. Sementara itu, indeks Nasdaq Composite yang didominasi saham-saham teknologi turun lebih tajam, yaitu 2,15 persen.

Ini menjadi hari perdagangan keempat berturut-turut yang merekam penurunan saham-saham AS sejak pengumuman tarif Trump pekan lalu. Bahkan, indeks S&P 500 ditutup di bawah level 5.000 untuk pertama kalinya dalam hampir setahun.

Sekarang, indeks tersebut telah berada 18,9 persen di bawah level tertingginya pada 19 Februari lalu. Angka ini semakin mendekati penurunan 20 persen yang menandakan masuknya pasar ke zona bearish. Sejak pengumuman tarif Trump pada Rabu minggu lalu, nilai pasar saham telah terkikis sebesar US$5,8 triliun.

Sebagian besar pasar di Asia turut merasakan imbas dari pelemahan di Wall Street.

Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka dengan penurunan sekitar 3 persen pada Rabu (9/4). Indeks Hang Seng Hong Kong juga mengalami penurunan serupa, yaitu sebesar 3 persen.

Sementara itu, indeks Kospi Korea Selatan dan indeks acuan ASX 200 Australia masing-masing turun sekitar 1 persen. Nikkei Jepang bahkan mencatatkan aksi jual yang signifikan pada Rabu pagi, dan pasar-pasar Asia lainnya pun bersiap menghadapi penurunan, hanya beberapa jam sebelum tarif baru tersebut resmi berlaku.

Tarif baru yang dikenakan AS kepada Tiongkok ini muncul setelah Beijing memberikan perlawanan terhadap kebijakan Trump. Meskipun indeks-indeks utama AS kembali jatuh pada 8 April, Trump tetap menunjukkan sikap menantang.

Awalnya, Trump mengumumkan tarif tambahan sebesar 34 persen untuk berbagai barang impor dari Tiongkok. Namun, setelah Tiongkok membalas dengan mengumumkan tarif 34 persen untuk produk-produk Amerika, Trump berjanji mengenakan bea masuk tambahan sebesar 50 persen.

Jika menghitung dengan pungutan yang sudah ada sejak Februari dan Maret, maka total kenaikan tarif untuk barang-barang Tiongkok selama masa jabatan kedua Trump mencapai angka kumulatif 104 persen.

Sebelumnya, pemerintah di Beijing mengecam tindakan AS ini sebagai pemerasan dan berjanji untuk "berjuang sampai akhir". Sementara itu, para pejabat pemerintah AS menyatakan tidak akan memprioritaskan negosiasi dengan negara yang memiliki perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.

Tiongkok merupakan sumber impor terbesar kedua bagi Amerika Serikat pada tahun lalu, dengan total nilai barang yang dikirimkan mencapai US$439 miliar. Di sisi lain, AS mengekspor barang senilai US$144 miliar ke Tiongkok. Tarif yang saling berbalasan ini dikhawatirkan akan merugikan industri dalam negeri kedua negara dan berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Di sisi lain, pemerintah AS telah menjadwalkan pembicaraan dengan Korea Selatan dan Jepang, yang memilih jalur negosiasi untuk merevisi tarif yang sebelumnya dikenakan oleh Trump kepada kedua negara tersebut, yaitu masing-masing sebesar 25 persen dan 24 persen. Selain itu, Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, juga dikabarkan akan melakukan kunjungan ke AS pada pekan depan.

“Saat ini, kami telah menerima instruksi untuk memprioritaskan sekutu dan mitra dagang kami seperti Jepang, Korea, dan lainnya,” kata penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, di Fox News, dikutip Rabu (9/4).

Pada Rabu lalu, Gedung Putih mengumumkan Amerika Serikat akan memberlakukan tarif universal sebesar 10 persen terhadap barang impor dari 180 negara. Selain itu, mereka juga akan menerapkan tarif tambahan yang bersifat timbal balik kepada 60 negara lainnya, dengan besaran tarif yang bervariasi.

Dalam pidato malamnya di hadapan anggota parlemen dari Partai Republik, Trump mengatakan akan segera mengumumkan tarif "besar" terhadap impor obat-obatan.

Ia beralasan tarif tersebut akan mendorong perusahaan farmasi untuk memindahkan operasionalisasi manufakturnya kembali ke AS. Trump meyakini kebijakannya tersebut akan menghidupkan kembali basis manufaktur Amerika yang hilang dengan memaksa perusahaan-perusahaan untuk kembali beroperasi di dalam negeri.

Share
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us