TLKM Sebut Kasus Pembiayaan Fiktif Tak Ganggu Performa Saham

- TLKM memastikan isu pembiayaan fiktif senilai Rp431 miliar tak memengaruhi kinerja sahamnya di BEI.
- Harga saham TLKM menguat 0,8 persen ke level Rp2.708 per saham pada perdagangan Kamis (16/5).
- Isu pembiayaan fiktif berpotensi memengaruhi citra Telkom sebagai perusahaan pelat merah unggulan Indonesia.
Jakarta, FORTUNE - PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) menegaskan isu dugaan pembiayaan fiktif senilai Rp431 miliar yang tengah ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta tidak secara signifikan memengaruhi pergerakan harga saham perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurut Telkom, faktor utama yang menggerakkan saham TLKM adalah kondisi makroekonomi global ketimbang isu lokal.
Hal ini disampaikan SVP Group Sustainability and Corporate Communication Telkom, Ahmad Reza, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (16/5).
Berdasarkan data perdagangan BEI pada Kamis, atau sehari sebelum konferensi pers Telkom, saham TLKM menguat 0,8 persen ke level Rp2.708 per lembar saat penutupan sesi siang dibandingkan dengan harga pembukaan. Saham perseroan bahkan sempat menyentuh level tertinggi harian pada Rp2.738 per lembar pada sesi tersebut.
Meskipun menunjukkan penguatan harian, secara mingguan harga saham TLKM turun 3,7 persen. Namun, dalam periode satu bulan terakhir, saham Telkom naik 4,3 persen. Sementara dalam rentang satu tahun terakhir, harga saham perseroan terkontraksi 11,04 persen.
Reza mengatakan pergerakan saham TLKM cenderung lebih sensitif terhadap sentimen makroekonomi global. Hal ini disebabkan profil kepemilikan saham Telkom yang sebagian besar dipegang publik (sekitar 47,9 persen), dan dari jumlah tersebut, diperkirakan lebih dari 80 persen merupakan investor asing.
"Artinya yang terjadi di ranah lokal tidak serta-merta memberikan efek dibandingkan secara makro," kata Reza.
Ia menambahkan saat ini investor global lebih memfokuskan perhatian pada dinamika ekonomi makro, seperti hubungan antara Amerika Serikat dan Cina, serta kebijakan suku bunga Federal Reserve (Fed) yang masih berkisar 4,25–4,5 persen.
"Nah, makronya ini memang saat ini sangat challenging," ujarnya.
Meski demikian, Reza mengakui isu pembiayaan fiktif ini berpotensi memengaruhi citra Telkom sebagai salah satu perusahaan pelat merah unggulan di Indonesia. Ia menekankan pentingnya komitmen Telkom terhadap tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) dan upaya terus-menerus menjaga kepercayaan publik.
"Kalau dibilang tidak berdampak sama sekali, tentu tidak juga. Tapi lebih ke citra korporasi. Sebagai perusahaan besar yang dianggap flagship di industri telekomunikasi Indonesia, ini mendapatkan kesan tidak baik," ujarnya.
Dari sisi fundamental, Reza memaparkan pada 2024 Telkom membukukan pendapatan Rp150 triliun, tumbuh 0,5 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, perolehan laba bersih pada tahun itu mencapai Rp23,6 triliun, mengalami penurunan dibandingkan dengan laba bersih 2023 yang senilai Rp24,5 triliun.
Terkait kinerja dan komitmen perusahaan, Reza menyatakan perusahaan itu "sampai saat ini tetap tumbuh dengan baik."
Sebelumnya diberitakan kasus dugaan pembiayaan fiktif senilai Rp431 miliar selama periode 2016-2018 telah menyeret sembilan tersangka, termasuk tiga pejabat di lingkungan Telkom dan anak usahanya, serta enam pihak swasta.
Pihak Telkom sendiri menyatakan kasus tersebut pertama kali diungkap melalui audit internal perusahaan dan telah dilaporkan secara proaktif ke aparat penegak hukum sebagai bagian dari komitmen dalam mewujudkan "bersih-bersih" BUMN.