Ahli Sebut Jaringan 5G Bisa Ganggu Kesehatan Pengguna

Jakarta, FORTUNE - Guru Besar Teknik Tenaga Listrik dari Universitas Kristen Indonesia (UKI), Prof. Atmonobudi Soebagio, mengingatkan gelombang jaringan 5G yang tengah dikembangkan di Indonesia, berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan.
“Pancaran gelombang radio berfrekuensi ultra-tinggi (UHF) tersebut dapat menimbulkan tumor pada kulit, tumor yang terjadi di otak dan sumsum tulang belakang (glioma malignan), rabun kornea dan lensa mata (clouding), dan tumor pada jantung,” kata Atmonobudi kepada Fortune Indonesia, Senin (27/6).
Menurutnya, hal ini berdasarkan sejumlah penelitian yang diakui secara internasional (Environmental Health Trust/EHT). Selain itu, gangguan kesehatan lain yang dapat ditimbulkan adalah, putusnya DNA untaian tunggal dan ganda, kerusakan oksidatif, gangguan metabolisme, pengurangan metalonin, gangguan metabolisme glukosa otak, serta pembentukan protein stres.
Tetap menimbulkan kekhawatiran

Menurutnya, teknologi jaringan seluler generasi ketiga menggunakan frekuensi radio (RF) 1,6 – 2 GHz, sementara 4G menggunakan frekuensi 2 – 8 GHz, dan teknologi 5G menggunakan jangkauan frekuensi 3 – 300 GHz.
“Semakin tinggi frekuensi yang digunakan, semakin besar risiko gangguan kesehatan yang akan dialami oleh penggunanya, khususnya bila sedang berada di ‘area’ gelombang elektromagnetik tersebut,” katanya.
Menurutnya, penggunaan frekuensi di atas 6 Ghz sendiri sudah banyak diterapkan selama bertahun-tahun, untuk berbagai peralatan seperti radar, tautan gelombang mikro, pemeriksaan keamanan bandara, dan pengobatan terapeutik. Namun, tetap saja gelombang yang digunakan secara menerus pada jaringan seluler akan menimbulkan kekhawatiran dampak pada kesehatan.
Rekomendasi bagi pemerintah

Untuk itu, ada sejumlah hal yang bisa menjadi perhatian pemerintah, sebelum teknologi 5G semakin luas digunakan. “Pemerintah sebaiknya memilih teknologi baru untuk ponsel dan laptop yang memungkinkan paparan gelombang elektromagnetik berkurang (pada makhluk hidup),” ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga disarankan untuk merevisi batas paparan pada publik dan lingkungan, terkait lokasi menara seluler yang seringkali berada di dekat pemukiman masyarakat. Kemudian, mengadopsi langkah-langkah untuk mengurangi paparan gelombang elektromagnetik di berbagai lokasi yang merapkan koneksi 5G, seperti rumah, kantor, atau area publik.
“Kami juga mengimbau pemerintah untuk mempromosikan penelitian ilmiah multidisiplin untuk menilai efek kesehatan jangka panjang dari 5G dan untuk menemukan metode pemantauan paparan 5G yang memadai,” ujarnya.
Perkembangan 5G di luar dan dalam negeri

Mengutip Reuters, Selasa (21/6), perusahaan seluler asal Denmark, Ericsson, memperkirakan pengguna jaringan 5G pada 2022 akan melampaui 1 miliar jiwa. Jumlah ini didorong oleh peningkatan adopsi 5G yang signifikan di Cina dan Amerika Utara. Namun, konflik geopolitik Rusia-Ukraina berpotensi menurunkan estimasi pemakai sebanyak 100 juta pengguna. Pada 2027, pengguna jaringan 5G diprediksi akan bertambah empat kali lipat mencapai 4,4 miliar pengguna.
Sementara itu, di Indonesia jaringan seluler masih berpangku pada generasi keempat. Namun, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyatakan tengah melakukan farming dan refarming spektrum frekuensi untuk mempercepat penggunaan jaringan 5G.
“Hal itu dilakukan agar teknologi bisa lebih advance dan lebih maju. Tadi saya lihat di sini tidak saja hanya sebagai manufacturing, tetapi juga memanfaatkan 5G network experience bersama-sama Telkomsel. Nah, 5G yang dipakai di sini itu 5G experience agar pemanfaatan 5G nantinya lebih advance dan lebih maju bisa kita gunakan,” kata Menteri Kominfo, Johnny G. Plate, seperti dikutip dari laman Kominfo, pada Senin (27/6).