Ekonomi Global Melambat, Ekspor Nonmigas RI Turun
Industri logam dasar salah satu yang ekspornya menurun.
Jakarta, FORTUNE – Ekspor industri pengolahan nonmigas Indonesia tercatat US$15,25 pada Juni 2023, turun 2,24 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Ini salah satunya disebabakan turunnya harga komoditas unggulan seiring perlambatan ekonomi dunia.
Juru bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni, mengatakan bahwa salah satu negara yang mengalami perlambatan ekonomi adalah Cina. “Kondisi ekonomi di negara-negara tujuan ekspor dapat menyebabkan berkurangnya permintaan akan produk-produk dari Indonesia,” ujarnya seperti dikutip dari laman resmi Kemenperin (20/7).
Menurut Febri, pencapaian ekspor industri pengolahan nonmigas tersebut berkontribusi sebesar 74,01 persen pada total ekspor nasional Juni yang mencapai US$20,61 miliar. Adapun, total ekspor Indonesia pada bulan Juni tercatat menurun hingga 5,08 persen secara bulanan.
Kinerja ekspor industri pengolahan nonmigas
Pada Juni 2023, ekspor industri pengolahan nonmigas masih didominasi industri makanan sebesar US$3,81 miliar; industri logam dasar sebesar US$3,23 miliar; industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia US$1,26 miliar; industri kendaraan bermotor, trailer, dan semitrailer US$770 juta; dan industri komputer, barang elektronik, dan optik mencapai US$745,8 juta.
Sedangkan, komoditas industri pengolahan nonmigas yang mengalami penurunan ekspor terbesar di Juni 2023, secara bulanan, antara lain industri logam dasar, industri alat angkutan lainnya, industri kertas dan barang dari kertas.
"Berikutnya, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, industri karet, barang dari karet dan plastik, serta industri komputer, barang elektronik, dan optik,” kata Febri.
Kinerja impor industri pengolahan nonmigas
Impor industri pengolahan nonmigas, juga mengalami penurunan secara bulanan hingga 17.26 persen, menjadi US$13,66. “Penurunan terbesar impor terjadi pada kelompok bahan baku/penolong sebagai penopang aktivitas produksi di dalam negeri,” katanya.
Penurunan impor terbesar terjadi pada industri manufaktur subsektor industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia; industri mesin dan perlengkapan YTDL (yang tidak termasuk dalam lainnya); industri logam dasar; serta industri komputer, barang elektronik, dan optik.
Sedangkan komoditas nonmigas yang mengalami penurunan terbesar, antara lain bahan bakar mineral; mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya; serta mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya.
Masih menjanjikan
Meski penurunan ekspor impor berpengaruh pada kondisi industri manufaktur, pasar dalam negeri masih menjanjikan. Bank Indonesia masih menyebut pertumbuhan ekonomi akan tetap positif didukung permintaan domestik dan investasi yang kuat.
Kemenperin juga akan terus memantau dinamika ekonomi global untuk mengantisipasi dampak negatif penurunan ekspor dan impor pada industri manufaktur. “Kondisi ini terus kami pantau, terutama yang sangat berdampak bagi sektor industri, untuk dapat mengambil langkah-langkah strategis dalam mendukung sektor industri,” katanya.