NEWS

Kisah Inspiratif Angkie Yudistia Bangun Social Enterprise Disabilitas

Data BPS : jumlah disabilitas di Indonesia capai 22,9 juta.

Kisah Inspiratif Angkie Yudistia Bangun Social Enterprise DisabilitasStaf Khusus Presiden RI Angkie Yudistia / Dok. Fortune IDN

by Ekarina

17 March 2023

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Staf Khusus Presiden RI yang juga sociopreneur, Angkie Yudistia menceritakan kisah awalnya membangun sebuah social enterprise untuk penyandang disabilitas. Hal ini mulanya didasari keprihatinannya akan kemandirian ekonomi dan akses pekerjaan penyandang disabilitas yang selama ini terpinggirkan. 

Angkie mengatakan, data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 menunjukkan jumlah disabilitas di Indonesia mencapai 22,9 juta jiwa. Jumlah ini hampir mendekati penduduk provinsi Jawa Barat. Penyandang disabilitas ada berbagai macam: disabilitas sensorik, motorik, mental ataupun disabilitas ganda dengan berbagai penyebab, bisa akibat kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, sejak lahir dan sebagainya.

"Saya melihat permasalahan penyandang disabilitas itu belum mandiri secara ekonomi dan selalu menjadi objek charity. Sekarang bagaimana kita mengubah perspektif dan persepsi terhadap penyandang disabilitas itu setara dengan yang lain, sama-sama butuh kerja, butuh kesempatan karir dan memastikan bagaimana kondisi lingkungan tersebut sudah akses atau belum?” katanya dalam Fortune Indonesia Summit 2023, Kamis (16/3).

Dengan kondisi ini, ia pun mendirikan yayasan social enterprise ThisAble yang telah berpoperasi selama 11 tahun. ThisAble melakukan pelatihan softskill dan hardskill, dan saat ini sedikitnya sudah ada 52 ribu penyandang disabilitas yang bisa bekerja dan menjadi wirausaha.

“Kalau Anda ke H&M, bertemu pekerja disabilitas, itu kami yang menjadi Headhunter. Mereka bisa bekerja secara vokasi,” kata perempuan yang juga merupakan penyandang disabilitas tunarungu ini.

Kolaborasi dan sharing economy

Angkie yang sebelumnya juga sempat merasakan menjadi pegawai swasta di perusahaan teknologi ternama dan perusahaan konglomerasi Indonesia mengatakan, membangun social enterprise dari yang awalnya yayasan, namun dengan ekosistem yang layaknya manajemen perusahaan, dengan Standar Operasional Procedure (SOP).

“Sama persis dengan perusahaan, jadi memang goal-nya adalah impactfull, dampak apa yang bisa diberikan ke masyarakat. Kita punya direksinya, karyawannya, staf yang harus dibayar,” kata salah satu penerima award Fortune 40under40 ini. 

Lantas dari dari mana saja keuntungannya? Ia mengatakan, sinergi dan kolaborasi menjadi kunci mengembangkan social enterprisenya saat itu dengan berbagai perusahaan sehingga menghasilkan sharing economy profit. 

“Jadi dulu ketika saya menjadi business partner  Gojek: ada Go-life, Go-Massage, Go-Clean, Go-auto sebagian adalah talent vokasinya kami, ada yg tunanetra bs mijit, bersihin rumah. Sharing economy profit ini menghidupkan kami bertahun-tahun,” ujarnya.  

Tapi siapa sangka pandemi datang. Go-Life harus tutup, semua talent miliknya dirumahkan. Angkie pun memutar otak mengembangkan potensi penyandang disabilitas ini. Beberapa talent yang belum bisa vokasi, dimaksimalkan menjadi wirausaha.

“Makanya beberapa talent kita ada yang ikut program prakerja, belajar untuk mereka bisa mendapatkan sertifikat dan bisa level-up, agar mereka bisa tahu, adaptasi ini mereka perlu apa,” katanya. 

Adapun beberapa talent yang tadinya menganggur dibantu mengikuti pendampingan inkubator UMKM, sebagai cara mendorong bagaimana mereka bisa menghasilkan. Meski di tengah kondisi ini dia juga merasakan tantangan terberat : menjaga usaha tersebut agar bisa konsisten. 

“Ada kalanya kita pengen menyerah, karena memang sesuah itu bangun ekosistem. Tapi apa yang bisa bikin saya yakin, selama ini yang kami lakukan bisa berdampak positif dan membuat orang lain merasa menerima manfaatnya dan bermakna. Itu yang buat aku bertahan,” katanya.