NEWS

Beli Rumah Wajib Punya BPJS Kesehatan, Ini Penjelasan Kementerian ATR

BPN juga akan ubah tarif PNBP layanan pertanahan.

Beli Rumah Wajib Punya BPJS Kesehatan, Ini Penjelasan Kementerian ATRShutterstock/Elle Aon
18 February 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah mewajibkan kepemilikian kartu peserta BPJS Kesehatan sebagai sysrat permohonan pelayanan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Ketentuan baru ini menyusul terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

 Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Teuku Taufiqulhadi menjelaskan ketentuan baru tersebut berlaku bagi peserta BPJS Kesehatan dari semua kelas. Aturan tersebut, terangnya, akan berlaku mulai 1 Maret 2022.

"Harus melampirkan BPJS ketika membeli tanah. Baru keluar tahun ini Inpres-nya," ungkap Taufiq saat dikonfirmasi Jumat (18/2).

Seperti tertuang dalam Inpres nomor 1 tahun 2022, syarat baru tersebut ditujukan untuk mengoptimalisasi program JKN kepada seluruh lapisan masyarakat. BPJS Kesehatan sendiri, berfungsi sebagai asuransi yang disediakan pemerintah dengan sistem gotong royong antar sesama warga.

"Negara Indonesia meminta rakyatnya untuk diasuransi. Ini diminta untuk punya asuransi semuanya. Dalam rangka untuk optimalisasi BPJS kepada seluruh bangsa Indonesia," ujar Taufiq.

Jenis dan tarif PNBP pertanahan diubah

Tak hanya mensyaratkan kepemilikan BPJS Kesehatan, tahun ini Kementerian ATR/BPN juga tengah menyiapkan aturan baru terkait jenis dan tarif PNBP atas layanan pertanahan yang sebelumnya tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 128 Tahun 2015.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ATR/BPN, Himawan Arief Sugoto perubahan jenis dan tarif PNBP tersebut berkaitan dengan aturan baru dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) serta rencana kementerian dalam transformasi digital. 

“Intinya adalah dengan dikeluarkannya UUCK, membuka peluang termasuk beberapa sistem. Kita belum bisa memberikan layanan ataupun transaksi elektronik yang saat ini sudah mulai marak. Transformasi digital sudah tidak bisa lagi dibendung. Yang kedua, data kita juga makin lama harus semakin akurat, semakin baik. Lalu juga kalau sudah semakin lama apalagi sudah menuju smart contract, e-materai, digital signature, maka polanya PP 128 ini mungkin sudah berubah,” ujarnya. 

Dalam menyusun revisi PP Nomor 128 Tahun 2015 ini, Himawan Arief Sugoto meminta tim penyusun untuk berdiskusi dengan para pelaku dan pengguna ekonomi. "Kira-kira formulasinya mampu menyerap PNBP seperti apa. Ini yang mungkin perlu mengajak beberapa pelaku digital economy, nanti itu bisa bagian dari proses-prosesnya. Dan PP 128 ini mampu mengantisipasi apabila environment-nya berubah, atau sistemnya dengan sistem blockchain," terangnya. 

Related Topics