NEWS

ESDM Pastikan Tak Geser Subsidi Fosil untuk EBT

RI butuh investasi Rp3.900 triliun untuk capai target NDC.

ESDM Pastikan Tak Geser Subsidi Fosil untuk EBTKantor Kementerian ESDM. Shutterstock/Shalstock
19 September 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan pemerintah tak akan menggeser alokasi subsidi bahan bakar fosil untuk Energi Baru Terbarukan (EBT). Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan pemanfaatan EBT dalam proses transisi dengan mendorong percepatan pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan.

Salah satunya dengan mengeluarkan regulasi mengenai tarif yang lebih menguntungkan. 

"Kita tidak dalam posisi menggeser subsidi fosil ke renewables. Kita akan mendorong untuk supaya bagaimana melakukan percepatan untuk yang energi terbarukan. Salah satunya adalah menyediakan tarif sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 yang sudah ada," ujar Dadan, dalam Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023, Senin (19/9).

Dadan juga menjelaskan, pada Peraturan Presiden nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik tersebut dinyatakan bahwa dalam melaksanakan pengembangan pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan, Badan Usaha diberikan insentif dalam bentuk fiskal maupun nonfiskal.

"Pemerintah akan memberikan kompensasi jika harganya lebih mahal. Peraturan Presiden itu sudah ada dan dinyatakan di dalam Perpres itu sudah ada. Pemerintah akan memberikan kompensasi kalau harganya itu lebih mahal, tetapi per sekarang di beberapa lokasi terbalik (kondisinya), sudah mulai bergeser ke arah tersebut, tapi kan enggak semuanya. Enggak perlu khawatir untuk yang fosil tetap bahwa pemerintah memastikan tercukupi dan terjangkau," kata Dadan.

Butuh investasi Rp3.900 triliun

Dalam kesempatan sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, mengatakan bahwa setiap transisi yang dilakukan oleh negara berkembang seperti Indonesia harus berlangsung secara adil dan terjangkau.

Ia menilai kebutuhan investasi untuk mencapai Updated Nationally Determined Contribution (NDC) atau NDC yang dimutakhirkan sebesar 29 persen tanpa syarat (dengan usaha sendiri) pada 2030 di sektor energi mencapai Rp3.900 triliun. Sementara kebutuhan finansial untuk Enhanced NDC (ENDC) dengan target penurunan emisi tanpa syarat sebesar 31,89 persen, saat ini masih dalam proses estimasi

Febrio memaparkan pihaknya telah melakukan beberapa terobosan dalam upaya membiayai transisi energi di Indonesia, di antaranya dengan memperluas investasi melalui sukuk hijau yang total mobilisasi investasi dari penerbitan sukuk hijau mencapai US$6,54 miliar dari periode 2018–2022, serta implementasi beberapa kerangka kerja regulasi dalam Energy Transition Mechanism (ETM) telah dilakukan.

Febrio menekankan kolaborasi untuk blended finance (pendanaan campuran) dengan sektor swasta semakin berpeluang besar.

“Salah satu hambatan dari sektor swasta adalah kurangnya pemahaman yang sama atau taksonomi. Tahun ini, dengan Indonesia sebagai ketua ASEAN, salah satu yang disepakati adalah kegiatan transisi juga akan mencakup pengakhiran dini operasional PLTU batu bara yang termasuk dalam taksonomi keuangan transisi. Terdapat ketentuan hijau dengan batasan tertentu yang dapat dibiayai sektor swasta, misalnya, jika pensiun dini sebelum 2040, maka sektor swasta bergabung (membiayai),” kata Febrio.

Related Topics