NEWS

Kas Perusahaan Batu Bara RI Numpuk, IEEFA: Waktunya Transisi ke EBT

Harga tinggi batu bara diprediksi tidak bertahan lama.

Kas Perusahaan Batu Bara RI Numpuk, IEEFA: Waktunya Transisi ke EBTIlustrasi batu bara ITMG. (Website ITMG)

by Hendra Friana

23 August 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mencatat perusahaan-perusahaan batu bara Indonesia berhasil menumpuk kas hingga US$6,8 miliar atau setara Rp101,34 triliun selama kenaikan harga komoditas emas hitam.

Analis keuangan IEEFA, Ghee Peh, mengatakan saldo kas tersebut berasal dari delapan perusahaan yang mereka analisis laporan keuangannya pada 2021 dan kuartal 1 2022. Dengan saldo jumbo itu, perusahaan batu bara Indonesia memiliki kesempatan emas untuk melakukan diversifikasi bisnis dan keluar dari bisnis fosil.

Delapan perusahaan batu bara yang ia maksud antara lain PT ABM Investama Tbk (ABMM), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bayan Resources Tbk (BYAN), Geo Energy Resources Ltd (RE4), PT Harum Energy Tbk (HRUM), PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).

"Keuntungan dan arus kas kuartal pertama tahun 2022 untuk perusahaan-perusahaan batu bara Indonesia telah mencapai titik tertinggi, yang dapat mempercepat proses perubahan radikal untuk meninggalkan investasi tambang batu bara baru dan memenuhi komitmen iklim jangka panjang," tulis Peh dalam laporannya, dikutip Selasa (23/8).

Banyaknya negara yang berhenti membeli batu bara Rusia, usai invasi negeri tersebut ke Ukraina, memang menyebabkan lonjakan harga cukup signifikan pada komoditas tersebut. Sebab, gagal masuknya suplai batu bara Rusia ke pasar membuat pasokan global turun hingga 18 persen.

Terlebih, beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan akan mulai menurunkan impor batu bara dari Rusia pada kuartal II-2022 dan mengganti supai dari negara yang lebih jauh, termasuk Indonesia dan Australia.

IEEFA menemukan bahwa delapan perusahaan batu bara sangat diuntungkan dengan harga rata-rata batu bara sebesar US$92/ton pada kuartal 1 2022, yang 29 persen lebih tinggi dibandingkan dengan harga rata-rata di 2021.

Meksi demikian, menurut Peh, harga batu bara sangat mungkin segera kembali normal jika penyelesaian konflik Ukraina-Rusia berlangsung lancar dan Uni Eropa kembali memperketat target dekarbonisasinya. "Perusahaan batu bara sepatutnya tidak melewatkan kesempatan ini untuk mendiversifikasi usaha mereka dari batu bara sebelum biaya untuk bertransisi semakin meningkat,” jelas Peh.

Utang delapan perusahaan turun

Sementara itu, di kuartal pertama tahun ini, total volume penjualan batu bara dari delapan perusahaan tersebut sama dengan 25 persen dari tingkat penjualan tahun lalu.  Di sisi lain, mereka memiliki kas yang tinggi dari dan belanja modal yang rendah.

Meski pelarangan ekspor telah menahan jumlah penjualan, hal ini juga berarti perusahaan-perusahaan tersebut tidak melakukan peningkatan kapasitas produksi yang berarti. Delapan perusahaan tersebut juga cukup kuat secara finansial, dengan keuntungan dan arus kas operasi yang tinggi di kuartal I-2022.

Perusahaan tersebut telah menurunkan tingkat utang mereka secara bertahap sejak 2020. Total posisi utang menurun dari US$4,1 miliar pada 2020 menjadi US$3,7 miliar di kuartal 1-2022. Dua perusahaan, Bayan Resources dan Geo Energy Resources telah menurunkan tingkat utang mereka ke nol.

“Strategi yang konservatif ini sangat masuk akal mengingat semakin meningkatnya jumlah institusi keuangan yang telah mundur dari pembiayaan proyek batu bara baru,” tambah Peh.

Penurunan utang itu tak lepas dari kecilnya uang yang dikeluarkan delapan perusahaan untuk investasi. Total hanya 15 persen dari saldo kas mereka yang masuk dalam belanja modal 2020, dan kurang dari 10 persen pada 2021 yang mencapai US$624 juta.

Di tahun lalu, sebagian besar dari belanja modal tersebut dialokasikan untuk infrastruktur seperti jalan dan peralatan. “Selain dari utang yang rendah dan saldo kas yang tinggi, rencana belanja modal mereka juga tampak rendah tanpa ada penambahan kapasitas produksi yang berarti. Indika Energy, sebuah grup pertambangan batu bara juga telah mengajukan rencana untuk transisi ke energi terbarukan,” kata Peh.

Memulai transisi

IEEFA menemukan bahwa sebagian besar dari perusahaan-perusahaan tersebut berinvestasi dalam infrastruktur dan jenis usaha lainnya, dengan dua pengecualian yaitu ABM Investama dan PTBA, yang berfokus pada pengembangan proyek baru yang berkaitan dengan batu bara.

“Kami menemukan bahwa ABM Investama tengah meningkatkan volume produksi batu bara mereka dan berencana mengakuisisi tambang batu bara baru, sementara PTBA tengah menyatakan rencana pengembangan hilirisasi DME (dimethyl ether) yang bersumber dari batu bara,” kata Peh.

Di sisi lain, Indika Energy telah melepas kepemilikannya dari usaha kontraktor penambangan batu bara. Perusahaan tersebut tengah mentargetkan belanja modal sebesar US$32 juta untuk proyek penambangan emas, dan memegang kepemilikan sebesar 51 persen (US$21juta) dalam perusahaan listrik tenaga suryanya, Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS), sebuah joint venture dengan Fourth Partner Energy.

“Selagi perusahaan batu bara Indonesia tengah mendapatkan keuntungan yang besar dari kenaikan harga, kami merekomendasikan untuk melakukan divestasi lebih lanjut dari batu bara dan mempercepat proses transisi dengan menggunakan momen harga tinggi, keuntungan besar, dan arus kas tinggi tahun 2021 dan kuartal 1-2022.”