NEWS

Lifting Migas Semester I Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Dari insiden kecelakaan sampai unplanned shutdown.

Lifting Migas Semester I Tak Capai Target, Ini PenyebabnyaIlustrasi fasilitas pengolahan migas. Shutterstock/Oil and Gas Photographer
20 July 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta , FORTUNE - Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf, melaporkan realisasi lifting minyak dan gas (migas) pada Semester I-2023 masih di bawah target yang ditetapkan.

Untuk minyak, realisasinya mencapai 615,5 ribu barel per hari (BPH) atau setara 99,5 persen dari target semester I-2023 yang sebesar 618,7 ribu BPH. Angka itu naik 0,16 persen dibandingkan dengan capaian semester I-2022 sebesar 614,5 ribu BPH.

Sementara itu, realisasi produksi gas mencapai 5.308 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), atau 99,7 persen dari target 5.322 MMSCFD. Realisasi tersebut naik 0,33 persen dibandingkan dengan capaian semester I tahun lalu yang sebesar 5.326 MMSCFD.

Menurut Nanang, tidak tercapainya target lifting migas pada semester I-2023 dipengaruhi oleh beberapa insiden yang terjadi pada awal tahun.

"Di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) ada accident fatality di awal tahun. Kemudian dilakukan safety stand down," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (20/7).

Atas kejadian itu, SKK telah melakukan inspeksi terhadap rig atau alat pengeboran di sejumlah wilayah kerja. Kemudian, dilakukan stand shut down sehingga semua rig yang ada di PHR di seluruh Pertamina Group menjalani asesmen sehingga sebagian tidak bisa digunakan lagi.

"Harus melalui perbaikan peralatan safety [untuk menghindari] kecelakaan yang sama, sehingga posisi sekarang ini kami kekurangan rig," ujarnya.

Dalam kesempatan sama, Deputi Eksploitasi SKK Migas, Wahju Wibowo, menerangkan sejumlah faktor yang menyebabkan lifting migas belum mencapai target. Salah satunya, ketidaksesuaian target yang ditetapkan dalam APBN.

Target APBN Terlalu Tinggi

Dalam APBN 2023, lifting minyak ditargetkan mencapai 660.000 BPH, sementara penyaluran gas ditargetkan 6.160 MMSCFD.

"Dan ternyata setelah kami melakukan kajian kemampuan yang kita prediksi itu di 621 (ribu BPH). Dan kami masih stick di 621. Semoga saja akhir tahun bisa tercapai," ujarnya.

Menurut Wahju, ketidaksesuaian tersebut tidak hanya disebabkan oleh insiden kecelakaan kerja pada awal tahun, tetapi juga didorong oleh entry point, penundaan proyek, dan hasil pengeboran serta downtime Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

"Jimbaran Tiung Biru, delay, Proyek Tangguh delay. Itu kan ada kondensatnya. Ada minyaknya. Begitu juga yang di gas," katanya.

Begitu pula dengan pemboran sumur pengembangan yang mencapai 354 pemboran. Padahal, jumlah tersebut mengalami peningkatan daripada realisasi tahun lalu pada periode yang sama yang mencapai 291 pemboran.

"Yang kedua yang besar adalah hasil pengeboran. Mengapa? Karena memang saat ini saja, mungkin ada hampir 100 yang bisa kita selesaikan tidak selesai. Karena industri penunjangnya misalnya rig segala macam itu tidak bisa mensuplai kebutuhan yang kita inginkan," ujarnya.

"Ketiga adalah downtime KKKS, yaitu unplanned shutdown [yang juga besar]. Seperti misalnya proses ramping up yang ada di JTB, itu terhitung unplanned shutdown yang kita harapkan tidak terjadi," katanya.

Wahju mengatakan pihaknya telah melakukan audit pemeliharaan untuk mengatasi masalah unplanned shutdown. "Tahun lalu kita selesaikan di 11 KKKS, tahun ini di 5 KKKS. Konsisten sebenarnya message-nya dari minyak dan gas: Ternyata dari turunnya itu kita ada opportunity untuk naikkan produksi. Misalnya di minyak sekitar 23.000. Gas di sekitar 220.000. Itu dari optimasi produksi," ujarnya.

Related Topics