NEWS

MK Batalkan Peleburan Asabri dan Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan

MK mengabulkan permohonan uji materi UU BPJS.

MK Batalkan Peleburan Asabri dan Taspen ke BPJS KetenagakerjaanBPJS Ketenagakerjaan. (Shutterstock/Sukarman S.T)

by Hendra Friana

04 October 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi atas Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Putusan yang ditetapkan pada 30 September 2021 tersebut membatalkan rencana peleburan PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) dan PT Asabri dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Ada dua putusan atas permohonan yang diajukan para purnawirawan TNI dan pensiunan ASN itu, yakni Putusan Nomor 6/PUU-XVIII/2020 dan Nomor 72/PUU-XVII/2019. Keduanya menyatakan Pasal 57 huruf e dan f, serta Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) UU BPJS bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Dalam Pasal 57 huruf e dan f tertulis bahwa PT Asabri dan Taspen tetap menjalankan operasionalnya termasuk penambahan peserta sampai dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Sementara Pasal 65 ayat (1) mewajibkan Taspen dan Asabri mengalihkan programnya ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 2029.

"Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," demikian disampaikan Ketua MK Anwar Usman dan para hakim konstitusi saat pembacaan Putusan Nomor 6/PUU-XVIII/2020 seperti dikutip dari situs MK.

Dalam putusan tersebut, MK juga menilai kedua pasal tersebut akan menimbulkan kerugian konstitusional di kemudian hari jika 'Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun' dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Dengan demikian, putusan tersebut menjamin ASN/TNI/POLRI untuk menerima hak-hak pensiun mereka secara utuh dan penuh.

Sementara dalam putusan 72/PUU-XVII/2019, MK menyatakan peleburan Taspen dan Asabri dalam penyelenggaraan jaminan sosial menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan tidak sejalan dengan pilihan kebijakan saat membentuk UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menghendaki konsep banyak lembaga atau lembaga majemuk.

"Kelembagaan tunggal atau kelembagaan majemuk, tidak selalu berkaitan dengan terpenuhi atau tidak terpenuhinya prinsip gotong royong. Prinsip ini mungkin saja tidak akan terlaksana sekalipun pilihan desain kelembagaannya adalah kelembagaan tunggal. Sebaliknya, prinsip ini pun juga sangat mungkin dipenuhi jika pilihannya adalah kelembagaan majemuk. Pelaksanaan prinsip tersebut sangat bergantung pada desain sistem jaminan sosial nasional," jelas putusan tersebut.