NEWS

Serapan Dana Bencana Lebihi Alokasi, Strategi Pembiayaan Perlu Diubah

Kerugian akibat bencana RI capai Rp22,8 triliun per tahun.

Serapan Dana Bencana Lebihi Alokasi, Strategi Pembiayaan Perlu DiubahIlustrasi banjir akibat fenomena iklim. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
10 July 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta , FORTUNE - Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral BKF Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yogi Rahmayanti, mengatakan serapan dana cadangan penanggulangan bencana hampir selalu lebih tinggi dari alokasi APBN. Hal tersebut menunjukkan besarnya kebutuhan untuk mentransformasi strategi pembiayaan penanggulangan bencana di Indonesia.

Sebagai gambaran, pada 2018 serapan anggaran mencapai Rp7 triliun atau 175,1 persen dari alokasi Rp4 triliun. Kemudian, pada tahun selanjutnya, serapan anggarannya mencapai Rp10,36 triliun atau 207,3 persen dari alokasi Rp5 miliar.

Tahun lalu, serapan anggaran berkurang menjadi Rp2,97 triliun atau 77,7 persen dari alokasi Rp3,82 triliun. Namun, pada 2021 dan 2022 terjadi peningkatan serapan anggaran masing-masing Rp4,33 triliun atau 86,7 persen dari alokasi Rp5 triliun dan Rp4,9 triliun atau 98,2 persen dari alokasi Rp5 triliun.

"Tiap tahun kita alokasikan dana cadangan penanggulangan bencana. Hampir tiap tahun itu terpakai semua. Hanya ada beberapa tahun yang kita menyisakan sedikit. Di banyak tahun itu. Seperti 2018 kemudian 2019 ini jauh terlampau dari apa yang kita cadangkan," ujarnya dalam seminar bertajuk Disaster Risk Financing amd Insurance & Adaptive Social Protection Implementation in Indonesia, Senin (10/7).

Yogi juga memgatakan jika dilihat berdasarkan data 2000-2016, kerugian akibat bencana alam di Indonesia mencapai Rp22,8 triliun per tahun. Kemudian dari sisi jenisnya, ada banyak bencana yang menimbulkan kerugian di Indonesia.

Gempa, misalnya, menyebabkan kerugian hingga Rp7,6 triliun secara tahunan,  kebakaran hutan Rp5,32 triliun, banjir Rp4,64 triliun, tsunami Rp2,71 triliun, tanah longsor Rp1,29 triliun, erupsi gunung berapi Rp1,25 triliun, cuaca ekstrem Rp50 miliar, gelombang badai Rp20 miliar, dan kekeringan Rp10 miliar.

"Kalau kita lihat hazard-nya di Indonesia banyak sekali. Tidak hanya gempa tapi gempa itu yang paling besar mengakibatkan kerugian ekonomi. Kemudian dari sedemikian besar risikonya, baru sedikit sekali yang bisa kita cover melalui pendanaan yang ada. Terutama dari APBN dan APBD juga pemerintah daerah tiap tahunnya mengalokasikan dan menyalurkan penanganan bencana," katanya.

Bangunan pemerintah diasuransikan bencana

Dalam kesempatan tersebut, Yogi juga menyampaikan bahwa Kemenkeu melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah memulai asuransi bencana atas barang milik negara (BMN) dengan kriteria yang telah ditetapkan. 

Di antara kriterianya adalah memiliki dampak terhadap pelayanan umum apabila rusak atau hilang dan menunjang kelancaran fungsi dan tugas penyelenggaraan pemerintahan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 118 tahun 2020, terdapat tiga jenis bangunan yang masuk kriteria tersebut.

Pertama, bangunan perkantoran 48.113 unit senilai Rp137,07 triliun. Kedua, gedung kesehatan 4.268 unit dengan nilai Rp18,78 triliun. Terakhir, gedung pendidikan 30.964 unit dengan nilai Rp45,05 triliun.

Related Topics