NEWS

Imbas Sanksi Perang, Turis Rusia di Bali Tak Bisa Tarik Uang di ATM

Ada 1.150 orang Rusia masuk ke Indonesia pada Januari 2022.

Imbas Sanksi Perang, Turis Rusia di Bali Tak Bisa Tarik Uang di ATMIlustrasi wisatawan asing di Seminyak, Bali. (Pixabay/mrsvickyaltaie)
11 March 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Turis asal Rusia di berbagai negara kelimpungan tak dapat menarik uang tunai dari rekening bank di mesin ATM lokasi mereka berwisata. Seperti yang dialami Konstantin Ivanov, yang tengah berlibur di Bali.

Ia pun berpikir mencari pekerjaan di Bali karena tak bisa menarik uang. Bank tempat ia menaruh uang terimbas sanksi pembekuan di sistem keuangan internasional SWIFT (Society for World Wide Interbank Financial Telecommunication).

Sanksi ini belum pernah terjadi sebelumnya terhadap bank-bank Rusia. Kebijakan ini baru diberlakukan seiring langkah Rusia menginvasi Ukraina. Dampaknya dirasakan oleh warganya di luar negeri—yang kini terpaksa beralih ke mata uang kripto untuk bisa menemukan uang tunai atau bertahan hidup.

"Ini telah menciptakan masalah besar bagi kami. Kami benar-benar kehilangan uang - sepertinya mereka telah benar-benar dibekukan dan kami tidak dapat menggunakannya sama sekali di sini," kata Ivanov, seperti dikutip Reuters. 

Sebagai informasi, Bali adalah salah tujuan liburan populer untuk turis Rusia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sekitar 1.150 orang Rusia masuk ke Indonesia pada Januari 2022.

Denis Teriushin, juru bicara Kedutaan Rusia di Jakarta mengatakan ada "dukungan dari pemerintah secara langsung" di mana Bank Pochta Rusia menawarkan kartu virtual menggunakan sistem UnionPay China, bukan Visa atau Mastercard yang pada Sabtu pekan lalu menangguhkan operasi di Rusia.

"Ini gratis dan orang dapat membukanya di mana pun mereka berada," katanya.

Kebingungan turis Rusia di Thailand

Tak hanya di Indonesia, ada lebih dari 7.000 turis Rusia juga terdampar di lokasi-lokasi wisata di Thailand—seperti Phuket, Koh Samui, Pattaya dan Krabi—karena pembatalan penerbangan, jatuhnua mata uang rubel, dan masalah pembayaran.

"Kami harus menjadi tuan rumah yang baik dan menjaga semua orang," kata kepala otoritas pariwisata Thailand, Yuthasak Supasorn kepada Reuters. "Masih ada turis Rusia dalam perjalanan ke sini," tambahnya.

Kedutaan Rusia di Bangkok tidak segera menanggapi permintaan komentar terhadap warganya. Pada 2019, Thailand menerima 1,4 juta pengunjung Rusia.

Sementara di Januari 2022, terhitung sekitar 23.000 orang Rusia, mewakili sekitar seperlima dari total kedatangan. Sekitar setengah dari mereka yang terdampar berada di pulau Phuket.

"Kami telah meminta hotel untuk menurunkan harga dan memperpanjang masa tinggal mereka," kata presiden asosiasi pariwisata Phuket Bhummikitti Ruktaengam.

Beberapa pengunjung, telah menggunakan UnionPay China. Meskipun Thailand termasuk di antara 141 negara mendukung resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyerukan penarikan segera pasukan Rusia, negara itu belum menjatuhkan sanksi apa pun terhadap Moskow.

Ekonomi Rusia sendiri menghadapi krisis paling parah sejak jatuhnya Uni Soviet tahun 1991, setelah negara-negara barat bergerak dalam beberapa hari terakhir untuk mengisolasinya dari sistem keuangan global. 

Related Topics