Riset: Kerugian Konsumen Akibat Pertamax Oplosan Capai Rp17,4 Triliun

- Kerugian konsumen Pertamax oplosan mencapai Rp17,4 triliun
- Praktik oplosan menghilangkan PDB senilai Rp13,4 triliun
- Celios & LBH Jakarta terima 426 aduan warga terkait BBM oplosan
Jakarta, FORTUNE - Dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding membuat warga resah. Modus korupsi berupa manipulasi bahan bakar minyak (BBM) beroktan 90 (Pertalite) menjadi RON 92 (Pertamax) yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga. Sehingga, BBM jenis Pertamax yang beredar diduga kuat merupakan hasil “oplosan” dari BBM jenis Pertalite.
Center of Economic and Law Studies (Celios) bahkan menghitung nilai kerugian konsumen secara langsung sebesar Rp 47 miliar per hari atau Rp17,4 triliun selama satu tahun praktik pengoplosan.
“Hingga saat ini pemerintah hanya fokus kepada kerugian negara, namun tidak menghitung kerugian masyarakat sebagai konsumen Pertamax. Terdapat kerugian konsumen atau consumer loss yang ditimbulkan akibat adanya kasus Pertamax Oplosan," kata Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Senin (3/3).
Korupsi Pertamina hilangkan PDB Rp13,4 triliun

Tak hanya itu, praktik curang ini juga berdampak lebih luas dengan menghilangkan Produk Domestik Bruto (PDB) senilai Rp13,4 triliun. "Karena dana masyarakat yang seharusnya bisa dibelanjakan untuk keperluan lainnya, justru digunakan untuk menambah selisih harga Pertamax oplosan," kata Huda.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah pada tahun 2018-2023. Para tersangka disebut menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 193,7 triliun, yang terjadi hanya dalam kurun waktu satu tahun.
Celios & LBH Jakarta terima 426 aduan warga terkait BBM oplosan

Berdasarkan permasalahan di atas, sejak 26 Februari 2025, LBH Jakarta dan Celios telah membuka pos pengaduan secara daring bagi warga yang terdampak dugaan pengoplosan RON 92 (Pertamax). Hingga saat siaran pers ini dibuat, telah masuk 426 pengaduan warga yang merasa terdampak.
Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan menjelaskan, dalam pemantauan di sosial media yang kami lakukan, secara umum, banyak warga mengungkapkan keresahannya terkait kejadian ini.
Mulai dari merasa tertipu oleh Pertamina, hingga kondisi kendaraan bermotornya yang memburuk akibat kualitas BBM jenis Pertamax yang tidak sesuai dengan apa yang dipromosikan Pertamina. Keresahan warga semakin besar lantaran pihak Pertamina menyampaikan sanggahan-sanggahan terhadap polemik ini tanpa disertai bukti yang jelas dan akurat.
Menurut Fadhil, Pertamina tidak bisa asal menyampaikan klarifikasi atau sanggahan begitu saja. Perlu ada pemeriksaan mendalam oleh tim independen yang terjamin dan teruji integritasnya. Tim tersebut harus diisi oleh para ahli di bidang terkait dan juga melibatkan partisipasi masyarakat. Dengan pemeriksaan tersebut, harapannya, ditemukan fakta-fakta kredibel yang dapat dipercaya oleh masyarakat.