10 Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia, Pertamina Masuk?

- Kasus korupsi terbesar di Indonesia melibatkan PT Timah dengan kerugian negara mencapai Rp300 triliun.
- PT Pertamina juga terlibat dalam kasus dugaan korupsi dengan kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun.
- Proyek menara BTS 4G oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menjadi salah satu kasus korupsi terbesar dengan kerugian negara mencapai Rp8,3 triliun.
Kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018—2023 tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, negara diketahui mengalami kerugian sekitar Rp193,7 triliun.
Korupsi di Pertamina ini digadang-gadang menjadi salah satu kasus dugaan korupsi terbesar di Indonesia. Namun, sebelum kasus ini mencuat, ada sejumlah kasus korupsi di Indonesia yang juga mengakibatkan kerugian bernilai fantastis.
Berikut daftar kasus korupsi terbesar di Indonesia yang menimbulkan kerugian mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah.
1. Korupsi PT Timah (Rp300 triliun)

Sejauh ini, kasus korupsi terbesar di Indonesia yang terungkap adalah kasus PT Timah Tbk pada 2024 lalu. Pada 29 Mei 2024, Kejaksaan Agung menetapkan 29 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi, termasuk suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.
Kejagung berhasil mengungkap praktik korupsi terkait tata niaga komoditas timah dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015—2022.
Berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus PT Timah mencapai Rp300 triliun, termasuk atas kerusakan lingkungan.
Harvey Moeis dijatuhi tuntutan 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar, dengan ancaman tambahan satu tahun kurungan jika tidak membayar denda. Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Jaksa juga menuntut agar Harvey Moeis membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, yang harus diselesaikan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
2. Korupsi PT Pertamina (Rp193,7 triliun)

Pada Februari 2025, Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) 2018—2023.
Penyidikan perkara tersebut dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRIN-22a/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 15 Februari 2025.
Kerugian negara akibat manipulasi ekspor-impor minyak mentah sebesar Rp193,7 triliun. Selain itu, menyebabkan kerugian besar bagi konsumen akibat praktik pengoplosan minyak RON 90 Pertalite menjadi RON 92 Pertamax.
3. Kasus BLBI (Rp138,7 triliun)

Pada 1998, Bank Indonesia awalnya memberikan dana kepada 48 bank melalui skema Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu pinjaman yang diberikan kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas akibat krisis moneter.
Skema BLBI dibuat sebagai bagian dari kesepakatan antara Indonesia dan IMF untuk mengatasi krisis tersebut.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemudian menyelidiki penyaluran dan penggunaan dana BLBI pada Januari 2000. Hasilnya, BPK menemukan bahwa kerugian negara mencapai Rp138,7 triliun pada Agustus 2000.
Pada 2007, Kejaksaan Agung membentuk tim khusus untuk menangani kasus BLBI. Namun, penyelidikan yang melibatkan salah satu pihak, Sjamsul Nursalim, dihentikan pada 2008.
4. Kasus PT Duta Palma Group (Rp78 triliun)

Kasus korupsi terbesar di Indonesia berikutnya adalah kasus yang menyeret PT Duta Palma Group. Kasus ini bermula pada periode 1999—2008 ketika Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman, mengeluarkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan (IUP) kepada empat perusahaan milik PT Duta Palma Group.
Keempat perusahaan tersebut adalah PT Banyu Bening Utama yang diberi izin pada 2003, serta PT Panca Argo Lestari, PT Palma Satu, dan PT Sebrida Subur yang diberikan izin pada 2007.
Perizinan tersebut diterbitkan di atas lahan kawasan hutan seperti hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), hutan penggunaan lainnya (HPL), dan hutan produksi terbatas (HPT) di Kabupaten Indragiri Hulu.
Namun, perizinan untuk lokasi dan usaha perkebunan tersebut dikeluarkan secara melawan hukum tanpa adanya izin prinsip. Tujuannya agar izin pelepasan kawasan hutan dapat diperoleh.
Pada 1 Agustus 2022, Kejagung menetapkan Surya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyerobotan lahan kelapa sawit seluas 37.095 hektare di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Sejak 2003—2022, lahan tersebut dikelola tanpa izin oleh perusahaan kelapa sawit milik Surya Grup Duta Palma.
Akibat tindakannya, Surya dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp78 triliun.
5. Kasus PT TPPI (Rp44,2 triliun)

Korupsi yang dilakukan oleh PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) terkait penjualan kondensat atau minyak mentah terjadi pada periode 2009—2011 mengakibatkan kerugian negara sekitar 2,7 miliar dolar AS. atau Rp44,2 triliun dalam kurs Rp16.393.
Modus yang digunakan dalam kasus ini adalah penjualan kondensat bagian negara yang seharusnya melalui proses lelang yang dikelola oleh PT Pertamina, namun malah dijual langsung kepada TPPI tanpa prosedur yang benar.
6. Kasus PT Asabri (Rp22,7 triliun)

Kasus korupsi yang melibatkan PT Asuransi Angkatan Bersenjata Indonesia (Asabri) (Persero) menyebabkan kerugian negara sebesar Rp22,7 triliun. Kerugian tersebut disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi pada PT Asabri di periode 2012 hingga 2019.
PT Asabri diketahui terlibat dalam pengaturan transaksi investasi saham dan reksa dana bersama pihak swasta. Sebanyak tujuh orang dijatuhi vonis bersalah dalam kasus ini.
7. Kasus ekspor minyak sawit (CPO) mentah (Rp20 triliun)

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Supardi, mengungkapkan bahwa kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya mencapai Rp20 triliun.
Dilansir Antara, secara rinci, kerugian keuangan negara diperkirakan sekitar Rp6 triliun, kerugian perekonomian sekitar Rp12 triliun, dan keuntungan ilegal sekitar Rp2 triliun.
Perhitungan kerugian negara ini dilakukan oleh auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersama penyidik Jampidsus, serta melibatkan ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
8. Kasus Jiwasraya (Rp16,8 triliun)

Kejagung menetapkan Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang terjadi dalam kurun waktu 2008—2018.
Pada saat itu, IR menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pada periode 2006—2012.
Dalam penetapan ini, Kejagung juga membeberkan bahwa kerugian yang ditimbulkan diperkirakan mencapai sekitar Rp16,8 triliun.
IR dinilai melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
9. Kasus pengadaan pesawat Garuda Indonesia (Rp8,8 triliun)

Kasus korupsi terbesar di Indonesia selanjutnya melibatkan perusahaan BUMN di sektor penerbangan, Garuda Indonesia. Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar didakwa terlibat kasus korupsi terkait pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 pada 2011.
Kerugian negara dalam kasus korupsi Garuda Indonesia mencapai 609,81 juta dolar AS atau sekitar Rp9,37 triliun menurut Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Sementara berdasarkan laporan Kejaksaan Agung mencatat kerugian negara sebesar Rp8,8 triliun.
Dalam kasus pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 ini, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Pengadaan kedua jenis pesawat tersebut dinilai tidak sesuai dengan konsep bisnis Garuda Indonesia yang seharusnya menyediakan layanan penerbangan penuh.
10. Kasus proyek BTS 4G (Rp8,3 triliun)

Kasus korupsi terbesar di Indonesia yang terakhir adalah kasus proyek menara BTS 4G oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Kasus korupsi BTS 4G mulai terungkap ketika pembangunan menara tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo menargetkan pembangunan 4.200 tower pada 2021 dan 3.700 tower pada 2022. Namun hingga April 2022, hanya 86% yang berhasil dibangun, bahkan hanya 1.900 lokasi yang aktif.
Berdasarkan hasil audit yang dilaporkan oleh BPKP, kerugian negara dalam dugaan korupsi proyek pengadaan tower Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung program Bakti Kominfo periode 2020—2022 mencapai Rp8,32 triliun.
Demikianlah daftar kasus korupsi terbesar di Indonesia yang menyeret sejumlah lembaga negara dan pengusaha serta menimbulkan kerugian triliunan rupiah.