Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kronologi Korupsi Minyak Mentah: RON 90 Disulap RON 92

Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menetapkan tujuh orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero) (Dok. Kejagung)
Intinya sih...
  • Tim penyidik menetapkan tujuh orang tersangka korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Tahun 2018—2023.
  • Kronologi korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina mengungkapkan pemenuhan pasokan minyak bumi dari dalam negeri diabaikan, pengaturan produksi minyak mentah, impor, pemufakatan jahat, manipulasi pengadaan, penyalahgunaan pembelian produk kilang, dan mark-up kontrak pengiriman.
  • Akibat perbuatan-perbuatan melawan hukum tersebut, negara mengalami kerugian Rp193,7 triliun.

Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menetapkan tujuh orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Tahun 2018—2023.

Penyidikan perkara tersebut dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRIN-22a/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 15 Februari 2025.

Tim penyidik menyimpulkan bahwa terdapat serangkaian perbuatan tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara. Berikut kronologi kasus korupsi minyak mentah Pertamina serta tersangka dan kerugian negara yang ditimbulkan.

7 tersangka kasus korupsi minyak mentah Pertamina

Tim penyidik menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus korupsi minyak mentah, yaitu:

  1. RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

  2. SDS selaku Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional.

  3. YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

  4. AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

  5. MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

  6. DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.

  7. GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Kerugian negara Rp193,7 triliun

Atas serangkaian perbuatan korupsi minyak mentah di Pertamina, negara mengalami kerugian sekitar Rp193,7 triliun yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu:

  • Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri: Rp35 triliun.

  • Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker: Rp2,7 triliun.

  • Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker: Rp9 triliun.

  • Kerugian Pemberian Kompensasi (2023): Rp126 triliun.

  • Kerugian Pemberian Subsidi (2023): Rp21 triliun.

Kronologi kasus korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina

Ilustrasi SPBU Pertamina. (Doc: Pertamina)

Berikut adalah kronologi kasus dalam perkara tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada Pertamina (2018—2023).

1. Peraturan yang seharusnya berlaku

Dalam periode 2018 hingga 2023, pemenuhan pasokan minyak mentah dalam negeri seharusnya mengutamakan sumber dari dalam negeri. Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018, PT Pertamina wajib mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.

2. Tiga tersangka awal

Namun, berdasarkan fakta penyidikan, tersangka RS, SDS, dan AP terlibat dalam pengondisian pada Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

Akibatnya, produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap. Akhirnya, pemenuhan minyak mentah dan produk kilang kemudian dipenuhi melalui impor.

3. Produksi minyak mentah "diatur"

Pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, minyak mentah dalam negeri dari KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) juga ditolak dengan berbagai alasan:

  • Produksi minyak mentah KKKS disebut tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masih dalam kisaran Harga Patokan (HPS).

  • Produk minyak mentah KKKS ditolak dengan alasan spesifikasi kualitas yang tidak sesuai, meskipun sebenarnya minyak mentah bagian negara masih sesuai dan bisa diolah setelah penghilangan kadar merkuri atau sulfur.

4. Minyak mentah Indonesia dijual ke luar negeri

Akibat penolakan produksi minyak mentah dalam negeri, akhirnya minyak mentah Indonesia dijual ke luar negeri (ekspor). Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah. Sementara PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang.

5. Pemufakatan jahat dan manipulasi pengadaan

Dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang, ditemukan fakta pemufakatan jahat antara penyelenggara negara (Tersangka SDS, AP, RS, dan YF) dan DMUT/Broker (Tersangka MK, DW, dan GRJ).

Sebelum tender dilakukan, mereka telah menyepakati harga yang sudah diatur untuk mendapatkan keuntungan secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Pemufakatan ini dilaksanakan dengan cara pengaturan proses pengadaan impor, termasuk:

  • Tersangka RS, SDS, dan AP memenangkan DMUT/Broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.

  • Tersangka DM dan GRJ berkomunikasi dengan Tersangka AP untuk memperoleh harga tinggi (spot) meskipun syarat belum terpenuhi, dan mendapatkan persetujuan dari Tersangka SDS untuk impor minyak mentah dari Tersangka RS untuk produk kilang.

6. Penyalahgunaan pembelian produk kilang

Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS terlibat dalam pembelian RON 92 padahal yang dibeli sebenarnya adalah RON 90 atau lebih rendah. Kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi RON 92, suatu tindakan yang tidak diperbolehkan.

7. Mark-up kontrak pengiriman

Setelah pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang, ditemukan adanya mark-up dalam kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh Tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping. Hal ini menyebabkan negara mengeluarkan fee sebesar 13—15% secara melawan hukum, yang menguntungkan Tersangka MKAR.

8. Dampak terhadap harga dan subsidi BBM

Ketika mayoritas kebutuhan minyak dalam negeri dipenuhi dari impor secara melawan hukum, komponen harga dasar yang digunakan untuk penetapan Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi tinggi. Akibatnya, pemberian kompensasi dan subsidi BBM dari APBN setiap tahun menjadi mahal.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yogama Wisnu Oktyandito
EditorYogama Wisnu Oktyandito
Follow Us