Neraca Perdagangan Indonesia April 2025 Surplus US$0,16 Miliar

- Neraca perdagangan Indonesia surplus US$0,16 miliar pada April 2025
- Surplus didominasi oleh komoditas nonmigas, yakni US$1,51 miliar dan ekspor senilai US$20,74 miliar
- Nilai impor naik 6,27 persen menjadi US$76,29 miliar dengan Cina sebagai negara penyumbang defisit terdalam
Jakarta, FORTUNE - Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan kinerja positif. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan pada April 2025 mengalami surplus US$0,16 miliar.
“Dengan surplus ini, neraca perdagangan Indonesia telah mencatat surplus selama 60 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” ujar Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Pudji Ismartini, di kantor BPS, Jakarta, Senin (2/6).
Kondisi tersebut ditopang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar US$1,51 miliar. Komoditas utama penopang utamanya yaitu bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani atau nabati, serta besi dan baja.
“Pada saat yang sama, neraca perdagangan migas, tercatat defisit US$1,35 miliar,” ujar dia.
Pada April 2025, nilai ekspor mencapai US$20,74 miliar, naik 5,76 persen dibandingkan dengan April 2024. Sementara itu, nilai impor pada periode sama mencapai US$20,59 miliar, naik 21,84 persen dibandingkan dengn April 2024.
Secara kumulatif, total neraca perdagangan sepanjang Januari hingga April 2025 mengalami surplus US$11,07 miliar, meningkat US$0,95 miliar dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu.
Kinerja tersebut ditopang oleh ekspor senilai US$87,36 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan impor yang bernilai US$76,29 miliar.
Ekspor dan Impor Januari-April 2025
Nilai ekspor periode Januari-April 2025 meningkat 6,65 persen dari periode sama tahun lalu, didorong oleh sektor industri pengolahan dengan total nilai US$68,84 miliar atau naik 16,08 persen.
Kenaikan ekspor ditopang oleh minyak kelapa sawit (CPO) yang naik 20 persen menjadi US$7,05 miliar, sedangkan ekspor batu bara turun 19,74 persen menjadi US$8,17 miliar.
Dari sisi impor, BPS melaporkan kenaikan 6,27 persen dari periode sama pada tahun lalu menjadi US$76,29 miliar. Penyumbang utamanya berasal dari sektor non-migas, yaitu US$65,29 miliar, naik 9,18 persen. Sementara impor non-migas mengalami penurunan 8,27 persen menjadi US$11 miliar.
Penyumbang utama impor komoditas non-migas adalah mesin/peralatan mekanis dan bagiannya (US$10,75 miliar), mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya (US$9,35 miliar), dan kendaraan dan bagiannya (US$3,45 miliar).
Berdasarkan mitra dagang, baik migas dan nonmigas, tiga negara penyumbang surplus terbesar adalah Amerika Serikat (AS) US$5,44 miliar, India US$3,98 miliar, dan Filipina US$2,92 miliar.
Komoditas penyumbang surplus perdagangan non-migas Indonesia dengan Amerika Serikat adalah mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, alas kaki, dan pakaian dan aksesorinya.
Negara penyumbang defisit terdalam secara kumulatif adalah Cina dengan nilai US$6,28 miliar, Singapura US$2,41 miliar, dan Australia US$1,75 miliar.
Penyumbang defisit terbesar Indonesia dengan Cina adalah mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, dan kendaraan serta bagiannya.