Pemerintah RI Akan ke AS 20 April untuk Negosiasi Langsung Tarif Trump

- Pemerintah akan ke AS pada 20 April mendatang untuk merundingkan masalah tarif Trump.
- Misi diplomatik melibatkan Menteri Koordinator Airlangga, Menkeu Sri Mulyani, dan Menlu Sugiono.
- Pemerintah memilih diplomasi ketimbang retaliasi tarif demi menjaga hubungan perdagangan dan industri nasional.
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah bergerak cepat menanggapi kebijakan tarif resiprokal 32 persen yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap produk asal Indonesia. Tim negosiasi tingkat tinggi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, akan terbang langsung ke AS pada 20 April mendatang demi melakukan perundingan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, mengatakan pemerintah telah menyiapkan daftar yang akan dibawa untuk negosiasi secara lengkap dalam pertemuan bilateral tersebut. Langkah ini menjadi bagian dari strategi trade-off untuk meredam dampak kebijakan proteksionis AS.
“Kita siap untuk negosiasi. Saya enggak spekulasi, tapi semua menunya sudah kita siapkan supaya Pak Menko jadi pas negonya bisa lengkap dan cepat,” kata Febrio saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (7/4)
Tim negosiator akan diperkuat oleh jajaran utama kabinet ekonomi, yakni Menteri Koordinator Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, serta Menteri Luar Negeri Sugiono. Misi diplomasi ini akan bertepatan dengan Spring Meetings IMF dan Bank Dunia yang berlangsung pada 21–26 April 2025 di Washington D.C., sehingga membuka ruang pertemuan intensif dengan berbagai pihak kunci di AS, termasuk United States Trade Representative (USTR).
“Timnya ini total football. Lead-nya Pak Menko. Jadi, Menlu, Menko, dan Menkeu akan langsung terlibat,” ujar Febrio.
Upaya negosiasi sebenarnya telah berjalan sejak awal April melalui pertemuan dengan perwakilan USTR di Washington. Perwakilan Duta Besar Indonesia untuk AS terus melanjutkan dialog dengan USTR dan menjadi penghubung komunikasi menjelang pertemuan resmi.
Mencari solusi terbaik
Pemerintah menegaskan jalur yang dipilih adalah diplomasi, bukan retaliasi tarif. Strategi ini dinilai paling tepat untuk menjaga hubungan perdagangan jangka panjang dan melindungi pelaku industri nasional, terutama pada sektor-sektor yang selama ini menjadi penyumbang besar terhadap ekspor ke AS seperti elektronik, tekstil dan produk tekstil (TPT), serta alas kaki.
“Ini bukan soal ego, tapi bagaimana mencari solusi terbaik yang win-win,” kata Febrio.
Tidak hanya mengandalkan diplomasi pemerintah, pemerintah juga telah aktif berdiskusi dengan asosiasi industri dalam negeri untuk menyiapkan respons komprehensif. Para pelaku usaha telah diminta memberikan masukan mengenai tantangan serta strategi yang mereka siapkan untuk menavigasi situasi ini.
“Teman-teman pengusaha juga sudah memiliki cara untuk menavigasi ini. Mereka berkonsultasi dengan pemerintah, dan apa yang mereka lakukan itu di-share ke kita,” ujarnya.
Febrio memastikan jika dampak kebijakan ini berimbas serius ke sektor industri, pemerintah memiliki mekanisme respons cepat, termasuk penerapan instrumen perlindungan seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).
“Kita berharap proses kebijakan perlindungan industri dalam negeri, kalau memang diperlukan, bisa dipercepat. Supaya tidak terlambat ketika indikasi tekanan dari luar mulai muncul,” katanya.