Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Penerimaan Pajak Anjlok 41,8 Persen, Celios : Rapor Merah Sri Mulyani

ilustrasi Coretax, sistem pajak baru dari DJP (pajak.go.id)
Intinya sih...
  • Penerimaan pajak turun 41,8% karena pengembalian dana restitusi PPN dan kendala di sistem Coretax.
  • Belanja pemerintah pusat melambat 10,76%, belanja K/L turun tajam -45,5% secara year on year.
  • Krisis penerimaan pajak menimbulkan risiko penambahan utang yang tak terkendali hingga akhir 2025 diperkirakan utang tembus Rp10.000 triliun.

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah telah merilis kinerja APBN Kita edisi Februari 2025 setelah terlambat satu bulan dan sempat menuai polemik di kalangan investor dan masyarakat.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda bahkan memberikan catatan terkait kinerja penerimaan pajak yang anjlok. “Penerimaan pajak turun hingga 41,8 persen (yoy) di tengah implementasi Coretax yakni sistem digitalisasi perpajakan. Pemerintah kehilangan potensi penerimaan pajak di bulan Januari 2025 sebesar Rp64 triliun," kata Huda melalui keterangan tertulis yang disampaikan di Jakarta, Kamis (13/3).

Celios ungkap dua faktor anjloknya penerimaan pajak

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suryo Utomo saat konferensi pers terkait PMK 131/2024 di Jakarta, Kamis (2/1). (Eko Wahyudi/Fortune Indonesia)

Menurut Celios, ada dua faktor mengapa penerimaan pajak turun begitu drastis. Pertama, terdapat pengembalian dana restitusi atau kelebihan bayar PPN tahun 2024.

Alasan kedua, lanjut Huda, adalah kendala di sistem Coretax yang membuat wajib pajak kesulitan melaporkan transaksi-nya. Akibatnya transaksi menjadi terhambat. "Rasio Pajak terhadap PDB tahun 2025 bisa lebih rendah dibandingkan tahun 2024, implikasi nya defisit APBN rentan diatas 3 persen dan bisa berpotensi impeachment.” kata Huda.

Selain itu, belanja pemerintah pusat juga melambat sebesar 10,76 persen, sementara secara spesifik belanja K/L turun tajam -45,5 persen secara year on year (yoy). Anjloknya belanja pemerintah juga berpotensi menyebabkan terhentinya proyek infrastruktur di daerah. Serta berpotensi menyebabkan gelombang PHK dan pengangguran di sektor konstruksi dan industri pendukungnya.

“Belanja negara dipotong hingga Rp306 triliun, dividen BUMN dialihkan langsung kepada Danantara, hingga penundaan pengangkatan CPNS merupakan korban dari program ambisius Pemerintah. Program tersebut membutuhkan dana dengan jumlah jumbo, namun penerimaan negara sedang cekak.” kata Huda.

Krisis penerimaan pajak dikhawatirkan naikkan utang

Sejumlah warga mengantre untuk menukarkan uang di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (17/4). NTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira juga menambahkan bahwa krisis pada penerimaan pajak menimbulkan risiko penambahan utang yang tak terkendali. “Bayangkan kalau Januari saja utangnya naik 43,5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, maka akhir 2025 diperkirakan utang pemerintah tembus Rp10.000 triliun," kata Bhima.

Dengan kondisi itu, lanjut Bhima, beban bunga utang juga dipastikan naik tajam tahun depan dan membuat overhang utang, memicu crowding out effect di sektor keuangan dan efisiensi belanja ekstrem lebih brutal lagi tahun depan. "Rating surat utang pemerintah juga diperkirakan mengalami evaluasi.” kata Bhima.

Untuk itu, Bhima menilai kinerja dari Kementerian Keuangan di bawah kendali Sri Mulyani pantas untuk nendapat rapor merah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
pingit aria mutiara fajrin
Editorpingit aria mutiara fajrin
Follow Us