Bos XLSmart: Pada Era AI, Peran Manusia Justru Tetap Dibutuhkan

- Manusia tetap menjadi inti dari seluruh sistem teknologi.
- Teknologi seperti robotika, sensor, analitik data, dan AI berperan besar dalam menciptakan efisiensi baru.
- Tantangan pemerataan akses internet di daerah pedesaan menjadi fokus.
Jakarta, FORTUNE – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan transformasi digital, peran manusia justru semakin sulit dinafikan.
Pandangan tersebut disampaikan oleh Shurish Subbramaniam, Direktur dan Chief Technology Officer (CTO) XLSmart, dalam diskusi bertajuk “Advancing Sustainable Network Technology to Linking the Nation” pada acara National Technology Summit 2025 di Jakarta.
Menurut Shurish, konsep smart connection bukan hanya tentang sensor, perangkat, atau otomatisasi, tetapi juga tentang manusia yang menjadi inti dari seluruh sistem teknologi.
“Tanpa manusia, banyak hal tidak akan berubah,” kata dia di Jakarta, Kamis (6/11).
Shurish menekankan kekhawatiran terhadap teknologi AI yang akan menggantikan pekerjaan manusia adalah hal keliru. Justru, tantangan sebenarnya terletak pada bagaimana manusia mampu merangkul teknologi AI dan memanfaatkannya sebagai alat memperluas kemampuan mereka.
“Banyak orang berpikir AI akan mengambil alih pekerjaan. Padahal, sebaliknya, jika Anda tidak merangkul AI, justru Anda yang bisa kehilangan pekerjaan,” ujarnya.
Menurutnya, AI tidak dapat bekerja sendiri tanpa bimbingan dan masukan dari manusia. Karena itu, manusia tetap menjadi pusat dalam siklus inovasi teknologi—sebagai pihak yang melatih sistem, mengendalikan hasil, dan memastikan penerapannya memberikan faedah bagi masyarakat.
“AI butuh manusia untuk dilatih, diberi konteks, dan diarahkan. Jadi, manusia selalu ada di tengah. Itu tidak akan pernah hilang,” kata Shurish.
Teknologi untuk meningkatkan efisiensi
Sebagai contoh, Shurish menyoroti sektor manufaktur yang telah mencapai titik jenuh dalam produktivitas. Di sinilah teknologi seperti robotika, sensor, analitik data, dan AI berperan besar dalam menciptakan efisiensi baru.
“Manufaktur sudah melakukan yang terbaik selama bertahun-tahun, tapi untuk meningkatkan hasil lebih jauh, mereka perlu bantuan teknologi. AI dan analitik membantu meningkatkan efisiensi di titik-titik yang sebelumnya tidak terjangkau,” ujarnya.
Namun, ia kembali menegaskan penerapan teknologi tersebut tidak akan berjalan tanpa keterlibatan manusia sebagai pengendali utama.
“Teknologi meningkatkan efisiensi, tapi oranglah yang membuatnya berjalan,” kata Shurish.
Selain berbicara tentang peran manusia pada era digital, Shurish juga menyoroti tantangan pemerataan akses internet di daerah pedesaan. Ia mengakui biaya pembangunan infrastruktur di wilayah terpencil masih sangat tinggi, tetapi pemerataan konektivitas tetap menjadi kunci kemajuan nasional.
“Masih ada populasi kecil yang terlalu mahal untuk dijangkau, tapi negara tidak akan maju jika mereka tidak memiliki akses internet,” ujarnya.
Untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia yang jumlah pulaunya lebih dari 17.000, Shurish menilai perlunya kolaborasi lintas teknologi. Ia menekankan pentingnya sinergi antara satelit, jaringan seluler nirkabel, dan fiber optik agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati manfaat transformasi digital.
“Tidak ada satu teknologi yang bisa bekerja sendiri. Satelit, seluler, dan fiber harus saling melengkapi untuk membawa konektivitas hingga ke pelosok,” ujarnya.


















