Laporan e-Conomy SEA: Perekonomian Digital Indonesia Terbesar di ASEAN
- GMV diperkirakan mendekati US$100 miliar pada 2025.
- Sektor e-commerce menjadi kontributor terbesar.
- Media daring menjadi sektor dengan pertumbuhan GMV tercepat.
Jakarta, FORTUNE - Perekonomian digital Indonesia mempertahankan posisinya sebagai yang terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan laporan terbaru e-Conomy SEA 2025 yang dirilis oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, Gross Merchandise Value (GMV) Indonesia diperkirakan bakal mendekati US$100 miliar pada 2025. Angka ini mencerminkan pertumbuhan 14 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Seluruh sektor utama ekonomi digital terus mencatatkan pertumbuhan dua digit. Sektor e-commerce tetap menjadi kontributor terbesar terhadap GMV nasional dengan proyeksi nilai tumbuh lebih dari 14 persen menjadi US$71 miliar. Akselerasi ini dipicu fenomena video commerce yang mengalami lonjakan volume transaksi hingga 90 persen secara tahunan (year-on-year/YoY) mencapai 2,6 miliar transaksi.
Sisi suplai juga naik pesat dengan jumlah penjual dan toko daring naik 75 persen (YoY).
“Konvergensi antara konten dan perdagangan kini tak terelakkan: Indonesia menjadi pasar video commerce terbesar dan tumbuh paling cepat di Asia Tenggara. Keberhasilan ini didorong oleh kuatnya adopsi gaya hidup digital oleh konsumen yang juga berdampak langsung pada sektor-sektor lain,” ujar Veronica Utami, Country Director, Google Indonesia.
Sebagai penekanan lain, Partner Bain & Company, Aadarsh Baijal, menyatakan Indonesia berperan penting dalam transformasi tersebut.
“Ekonomi digital Asia Tenggara telah menunjukkan pertumbuhan luar biasa dan resiliensi yang kuat, mempertahankan momentumnya meski menghadapi periode kehati-hatian investor dan perubahan kondisi makro ekonomi selama satu dekade terakhir," kata Aadarsh.
Momentum pertumbuhan tidak hanya didominasi oleh e-commerce. Media daring muncul sebagai sektor dengan pertumbuhan GMV tercepat, dengan proyeksi peningkatan 16 persen menjadi US$9 miliar pada 2025.
Sektor ini mencakup periklanan digital, video-on-demand (VOD), dan music-on-demand.
Subsektor gaming menjadi pendorong utama, menempatkan Indonesia sebagai pemimpin pasar Asia Tenggara dengan kontribusi 40 persen terhadap total unduhan gim seluler dan 35 persen terhadap pendapatan aplikasi gim di kawasan.
Sementara itu, sektor transportasi daring dan layanan pesan-antar makanan diproyeksikan tumbuh stabil 13 persen hingga mencapai US$10 miliar. Platform di sektor ini terus memperkuat profitabilitas melalui diversifikasi penawaran, seperti paket berlangganan dan monetisasi iklan dalam aplikasi.
Sektor perjalanan daring (online travel) juga menunjukkan pemulihan kuat dengan proyeksi pertumbuhan 11 persen mencapai US$9 miliar. Kenaikan ini didukung oleh kembalinya volume perjalanan ke tingkat pra-pandemi dan kebijakan visa pemerintah yang berhasil menarik wisatawan mancanegara, khususnya dari Tiongkok dan India.
Sebagai salah satu pilar utama, sektor jasa keuangan digital diproyeksikan mencetak Gross Transaction Value (GTV) US$538 miliar pada 2025, didorong oleh adopsi sistem pembayaran QRIS yang kian luas.
Di sisi pembiayaan digital (lending), Indonesia mencatat laju pertumbuhan tercepat di kawasan dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR) 29 persen. Kendati demikian, nilai buku pinjaman secara absolut masih tertinggal dibandingkan dengan Malaysia (US$14 miliar) dan Thailand (US$17 miliar).
Untuk menjembatani kesenjangan ini, pelaku industri disarankan fokus pada pembiayaan modal kerja bagi usaha mikro dan kecil (micro-SME), di tengah masih kuatnya tantangan kepercayaan. Data menunjukkan 46 persen konsumen Indonesia masih lebih menaruh percaya pada bank tradisional ketimbang pemain keuangan digital.


















