TECH

Banyak Startup E-groceries Tutup, Blibli Sebut Potensinya Masih Besar

Tantangan bisnis e-groceries ada pada margin & rantai pasok.

Banyak Startup E-groceries Tutup, Blibli Sebut Potensinya Masih BesarIlustrasi aplikasi grosir daring (e-grocery). Shutterstock/Atstock Productions
07 October 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – PT Global Digital Niaga yang merupakan pengelola Blibli.com menanggapi tren sejumlah startup barang kebutuhan sehari-hari (e-groceries) yang belakangan menutup layanannya. E-commerce besutan grup Djarum menyampaikan optimismenya mengenai bisnis e-groceries yang masih memiliki prospek baik di masa mendatang.

“Kami tetap melihat bahwa (e-groceries) ini adalah bisnis yang very potential,” kata Executive VP Consumer Goods and Lifestyle Blibli, Fransisca Krisantia Nugraha, dalam keterangan kepada wartawan dalam acara ICON 2022 di Jakarta, Kamis (6/10).

Menurutnya, bahan makanan termasuk sebagai kebutuhan strategis. Pasalnya, masyarakat pasti akan menebus barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Barang-barang groceries yang memang setiap hari mau enggak mau pasti akan dibeli,” ujarnya.

Startup e-groceries belakangan memang tengah disorot. Sebut misal, Happy Fresh. Dikutip dari Daily Social, perusahaan sempat menutup operasionalnya pada Agustus. Sebelumnya, Happy Fresh bahkan dikabarkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan kontrak, serta menunggak gaji sejumlah pegawai. Namun, perusahaan ini kembali beroperasi pada akhir September usai menerima utang dari Genesis, Innoven, dan Mars.

Sementara, Traveloka memutuskan untuk menutup Traveloka Mart pada akhir Agustus, demikian TechinAsia. Padahal, layanan e-groceries tersebut baru beroperasi selama enam bulan. Traveloka menyebut penutupan ini sebagai bagian dari strategi prioritas bisnis perusahaan.

Menurut Fransisca, bisnis e-groceries ini memang membutuhkan pendanaan yang cukup mumpuni. Sebab, sektor ini memiliki tantangan, misalnya, pada margin yang tipis, serta model bisnis yang sulit untuk ditiru.

Tantangan bisnis

Tampilan aplikasi Blibli. (Shutterstock/Devina Saputri)

Bisnis e-groceries ini memiliki dua tantangan, yakni dari masalah margin yang tipis, serta perkara rantai pasok, menurut Fransisca. Dalam menjawab tantangan tersebut, kata dia, Blibli berupaya untuk menciptakan ekosistem, termasuk melalui langkah akuisisi atas PT Supra Boga Lestari Tbk, perusahaan pengelola Ranch Market.

“Kami melihatnya keuntungan Blibli saat ini kita adalah sebuah ekosistem. Kami enggak hanya jualan groceries tapi ada produk yang lain juga. Jadi in a way memang pasti ada subsidi dari kategori yang lain untuk membantu supaya total company kita masih baik secara performance di bottom line-nya,” ujarnya.

Akuisisi Blibli terhadap Supra Boga Lestari diyakini membantu perusahaan dalam masalah rantai pasok. Pengelola Ranch Market itu dianggap sebagai salah satu pemain yang menonjol dalam sektor perdagangan ritel modern, serta memiki pengelolaan rantai pasok yang stabil.

“Di dalam dunia groceries itu produk fresh termasuk yang marginnya lebih tinggi dibandingkan product non fresh. Jadi kita mencoba untuk tap in juga di situ ya melalui akuisisi kita dengan Supra Boga,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Fransisca turut menyampaikan ikhtiar Blibli untuk fokus pada strategi omnichannel. Menurutnya, layanan omnichannel terkuat perusahaan ada di sektor bahan makanan serta ponsel pintar. Sebelumnya, dia menyatakan 75 persen pelanggan Blibli telah melakukan transaksi secara omnichannel atau online dan offline sekaligus.

Related Topics