Jakarta, FORTUNE – Pemerintah Thailand resmi melarang penggunaan aset kripto untuk transaksi barang dan jasa. Alasannya, aset digital tersebut dikhawatirkan berisiko bagi sistem ekonomi dan bisnis.
Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) Thailand, Rabu (23/3), menyatakan larangan tersebut akan berlaku April ini.
Para operator bisnis—termasuk platform pertukaran kripto—tidak boleh menyediakan fasilitas pembayaran kripto. Mereka juga diminta tidak mempromosikan penggunaan aset digital untuk transaksi barang dan jasa. Tak hanya itu, bank-bank komersial juga dilarang terlibat dalam perdagangan kripto.
“Pembayaran kripto dapat memengaruhi stabilitas sistem keuangan dan sistem ekonomi secara keseluruhan termasuk risiko bagi orang dan bisnis,” begitu bunyi studi SEC dan bank sentral Thailand sebagai pertimbangan kebijakan, seperti dikutip dari Coin Telegraph, Kamis (24/3). SEC menyoroti sejumlah risiko terkait aset kripto seperti nilai yang hilang akibat volatilitas harga, pencurian di jagat maya, pencucian uang, dan kebocoran data pribadi.
Bagi bisnis yang tidak mematuhi aturan baru tersebut, akan dikenai tindakan hukum termasuk penangguhan sementara atau pembatalan layanan.
Meski demikian, kebijakan terbaru Thailand tersebut takkan berdampak terhadap perdagangan atau investasi aset kripto.
Tindakan keras Thailand terhadap aset digital datang ketika investor—terutama yang muda—meningkatkan investasi mereka pada kripto untuk mencari imbal hasil lebih baik di tengah perlambatan ekonomi, menurut Bangkok Post.
Saat ini, nilai aset digital warga Thailand telah mencapai 114,5 miliar baht atau setara Rp48,88 triliun, naik dari 9,6 miliar baht beberapa tahun lalu. Jumlah akun pada perdagangan kripto pun melonjak menjadi 1,98 juta akun dari hanya 170 ribu sebelum pandemi.