Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
20251217_112108.jpg
diskusi bertajuk "Ancaman Kejahatan Digital serta Urgensi Registrasi Pelanggan Seluler Berbasis Biometrik Face Recognition" yang digelar Komdigi bersama Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) di Jakarta, Rabu (17/12)/Dok. Fortune IDN/ Desy Y.

Jakarta, FORTUNE - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi mengumumkan jadwal implementasi registrasi kartu SIM berbasis biometrik pengenalan wajah (face recognition). Pendaftaran sukarela untuk metode baru ini akan dimulai pada 1 Januari 2026, dengan masa transisi hybrid hingga akhir Juni, sebelum berjalan penuh mulai 1 Juli 2026.

Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, mengatakan kebijakan digadang merupakan langkah konkret untuk memutus mata rantai kejahatan digital yang kerap menggunakan nomor seluler sebagai pintu masuk.

"Kerugian penipuan digital ini sudah mencapai lebih dari Rp7 triliun. Bahkan setiap bulan ada 30 juta lebih scam call dan setiap orang menerima minimal satu spam call seminggu sekali. Hal tersebut yang membuat Komdigi membuat kebijakan registrasi SIM Card menggunakan face recognition," kata Edwin dalam sambutannya pada diskusi bertajuk "Ancaman Kejahatan Digital serta Urgensi Registrasi Pelanggan Seluler Berbasis Biometrik Face Recognition" yang digelar Komdigi bersama Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) di Jakarta, Rabu (17/12).

Ia menambahkan, bahwa hampir seluruh modus kejahatan siber, seperti scam call, spoofing, smishing, hingga penipuan social engineering, menjadikan nomor seluler sebagai alat utama. Salah satu penyebabnya adalah celah registrasi SIM card yang turut memicu maraknya penipuan online.

Tercatat hingga September 2025, jumlah pelanggan seluler yang tervalidasi mencapai lebih dari 332 juta. Namun, laporan Indonesia Anti Scam Center (IASC) mencatat 383.626 rekening terlapor sebagai rekening penipuan dengan total kerugian masyarakat mencapai Rp 4,8 triliun.

Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, menyatakan operator seluler telah siap melaksanakan kebijakan baru ini. Ia memerinci jadwal implementasinya. Untuk tahap awal mulai 1 Januari 2026, akan digunakan sistem hybrid. Calon pelanggan baru dapat memilih dua cara: menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) seperti selama ini, atau langsung dengan verifikasi biometrik wajah. Kemudian, mulai 1 Juli 2026, registrasi untuk pelanggan baru akan sepenuhnya menggunakan biometrik murni.

"Ini hanya berlaku untuk pelanggan baru, sedangkan pelanggan lama tidak perlu registrasi lagi," kata Marwan. Kebijakan transisi ini sejalan dengan informasi sebelumnya mengenai masa transisi 1 tahun registrasi kartu SIM pakai face recognition.

Edwin Hidayat Abdullah menambahkan, aturan ini juga bertujuan membantu operator membersihkan basis data dari nomor-nomor tidak aktif. Pasalnya, lebih dari 310 juta nomor seluler beredar, padahal populasi dewasa Indonesia sekitar 220 juta.

"Jadi sinyal frekuensi seluler para operator bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang benar-benar menjadi pelanggan loyal dan bukan digunakan oleh para pelaku tindak kejahatan digital," ujarnya.

Marwan memaparkan sejumlah langkah konkret yang telah diambil. Pertama, operator telah mengimplementasikan validasi biometrik untuk proses penggantian kartu SIM di gerai. Kedua, mereka telah menjalani Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri untuk pemanfaatan data kependudukan, yang diperpanjang setiap dua tahun. Ketiga, operator mendukung standardisasi sistem keamanan bersertifikasi ISO 27001 dan standardisasi liveness detection (pendeteksian keaslian wajah) minimal bersertifikasi ISO 30107-2 untuk mencegah pemalsuan.

Marwan tak memungkiri bahwa penerapan registrasi kartu SIM berbasis biometrik wajah dinilai berpotensi mengurangi jumlah pelanggan seluler, meski dampaknya disebut relatif terbatas. Ia mengungkapkan, praktik gonta-ganti kartu selama ini hanya dilakukan oleh sebagian kecil pengguna.

“Saya perkirakan 1,5 persen pelanggan yang gonta ganti kartu. Sisanya tidak,” kata Marwan. Ia menjelaskan, motif utama pergantian kartu biasanya terkait pencarian promo. Namun, di antara kelompok kecil tersebut terdapat pula pihak-pihak yang menyalahgunakan sistem

Dari sisi bisnis operator, memang potensi penurunan pelanggan sempat menjadi kekhawatiran, terutama setelah industri baru beradaptasi dengan perubahan regulasi sebelumnya. Namun, ia masih optimistis terhadap kebijakan baru yang akan diterapkan.

Perlu kolaborasi

Penerapan kebijakan ini tak mudah dan perlu kolaborasi berbagai pihak, salah satunya kolaborasi dengan Dukcapil menjadi fondasi krusial. Kerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dipandang sebagai elemen penting dalam penerapan kebijakan ini.

Oleh karena itu, diteken perjanjian kerja sama (PKS) antara Direktorat Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri pada Rabu, 17 Desember 2025. Kesepakatan tersebut mengatur pemberian hak akses serta pemanfaatan data kependudukan untuk mendukung layanan di lingkungan Ditjen Ekosistem Digital.

Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri, Teguh Setyabudi, menegaskan kesiapan institusinya dalam mendukung Komdigi dan ATSI, khususnya dalam aspek pengawasan. “Kami terbuka untuk membicarakan solusinya jika ada masalah dalam pengawasan data kependudukan dalam ekosistem digital ini,” ujarnya, sembari menekankan bahwa langkah tersebut berlandaskan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013.

Komitmen terhadap perlindungan data juga menjadi perhatian, sebab potensi kebocoran data selalu ada. Namun, ia mengeklaim bahwa kebocoran data dalam beberapa tahun terakhir tidak bersumber dari operator seluler. “Tiga tahun terakhir kebocoran data ini tidak berasal dari operator seluler karena kami selalu upgrade semua sistem hingga data center-nya. Operator sudah jalankan AI sejak 2021," ujar Marwan.

Ia menambahkan, operator selular menurut Marwan harus selalu memperbarui sistem. "Hardware, software, firewall, manusianya, Business Continuity Plan atau BCP, semua dilakukan, termasuk melakukan stress test, dan sebagainya," katanya.

Dukungan terhadap kebijakan ini turut disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Rudi Agus Purnomo Raharjo, mengungkapkan bahwa penipuan dengan modus menyamar sebagai pihak lain melalui sambungan telepon menjadi jenis kejahatan dengan nilai kerugian terbesar di Indonesia. “Selama setahun ini, jumlah kerugian penipuan fake call paling besar yakni Rp1,54 triliun,” ujarnya. Nilai tersebut melampaui kerugian dari penipuan investasi maupun transaksi jual beli daring.

Rudi menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam menekan praktik penipuan tersebut. Ia mendorong sinergi antara OJK, Komdigi, ATSI, dan pemangku kepentingan lainnya. “Kami (OJK) tidak bisa sendirian menghadapi penipuan ini dan kami tidak ingin hanya sebagai cuci piring,” katanya. Pernyataan ini mencerminkan pandangan bahwa kejahatan digital merupakan persoalan sistemik yang memerlukan penanganan bersama.

Temuan serupa disampaikan mantan Komisioner Ombudsman, Alamsyah Saragih. Ia mencatat terdapat 85.908 laporan phishing di Indonesia, menjadikannya negara dengan jumlah laporan tertinggi kedua di ASEAN setelah Thailand. Selain itu, sekitar 66 persen penduduk dewasa di Indonesia disebut pernah menerima pesan penipuan.

“Prasyaratan-prasyaratan terkait registrasi SIM Card menggunakan Face Recognition ini harus segera terselesaikan untuk melindungi masyarakat,” kata Alamsyah.

Sementara itu, praktisi hukum David M. L. Tobing menilai meningkatnya jumlah pengguna internet berbanding lurus dengan potensi kejahatan digital. Ia mencontohkan pemanfaatan media sosial sebagai marketplace yang juga rawan penipuan. David mendorong ATSI dan Komdigi untuk segera mengambil langkah kebijakan yang berorientasi pada perlindungan publik.

diskusi bertajuk "Ancaman Kejahatan Digital serta Urgensi Registrasi Pelanggan Seluler Berbasis Biometrik Face Recognition" yang digelar Komdigi bersama Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) di Jakarta, Rabu (17/12)/Dok. Fortune IDN/ Desy Y.

Editorial Team