CIO XLSMART, Yessie D. Yosetya: Karier, Merger, dan Pesan untuk Gen Z

Jakarta, FORTUNE - Pascamegamerger dua konglomerasi besar di industri telekomunikasi, PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL), lahirlah sebuah raksasa baru bernama PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (XLSMART). Di tengah hiruk-pikuk penyatuan dua entitas dengan ribuan karyawan, tower, hingga ekosistem bisnis yang membentang dari Sabang sampai Merauke, ada satu sosok yang mencuri perhatian: Yessie D. Yosetya.
Sebagai Director and Chief Information Officer (CIO) sekaligus satu-satunya perempuan di kursi C-Level XLSMART, Yessie hadir bukan sekadar sebagai pengambil keputusan teknologi. Ia adalah wajah yang merepresentasikan keberanian menembus batas-batas gender di industri yang selama ini didominasi laki-laki.
Dalam ajang Indonesia Summit 2025, di Gedung The Tribrata Dharmawangsa, Jakarta Selatan (27/8), Yessie duduk berhadapan dengan William Utomo, COO sekaligus Founder IDN. Suasana forum terasa hangat, seolah membuka ruang bagi audiens untuk menyelami jejak langkah seorang perempuan yang membangun karier dari lantai dasar dunia IT hingga memimpin di puncak struktur perusahaan hasil merger dua raksasa telekomunikasi.
Berikut petikan perbincangan dalam sesi Digital Tranformation: Accelerating Indonesia's Economic Independence yang merekam bukan hanya kisah perjalanan karier, tetapi juga refleksi tentang peluang, merger korporasi, dan pesan untuk generasi muda.
Bagaimana perjalanan karier Anda dimulai?
Saya masuk di XL Axiata sebetulnya sebelum merger. Dan memang lebih banyak berkecimpung di dunia IT. Jadi, firstly hired itu sebagai IT Engineer pada 2003. Jadi, meniti karir dari engineer level, terus kemudian siap dengan dikasih tantangan apapun, dijalankan gitu ya. Sampai di tahun 2009 ketika mulai masuk ke jenjang managerial.
Mulai dari general manager saat itu, terus kemudian diberi kesempatan untuk mencoba dunia yang bukan IT. Jadi saat itu ada opportunity untuk melihat adjacent business. Di mana Telco saat itu mencoba masuk ke dunia e-money, e-commerce, e-advertising.
Lalu kemudian masuk ke dunia bisnis, kembali lagi ke teknologi, dan menjadi pimpinan untuk bagian teknologi. Jadi, CIO sejak 2016. Dan kemudian juga dapat assignment macam-macam. Jadi, mungkin salah satu yang bisa saya bagikan ke rekan-rekan atau teman-teman semua di sini adalah tidak boleh berhenti atau tidak boleh takut mencoba hal baru.
Saya pernah dipercaya memimpin divisi regulasi, kemudian juga komunikasi. Saya juga sempat menangani bisnis B2B. Dari situ, saya mendapatkan pengalaman yang lebih beragam dan luas.
Banyak orang punya kecenderungan membatasi diri pada jobdesk. Bagaimana pandangan Anda?
Sering kali, ketika diberi tantangan baru, ada rasa ‘kayaknya ini bukan bidang saya’ atau muncul keinginan untuk membatasi diri, misalnya dengan berkata, ‘saya ahlinya di sini saja, di cyber security misalnya.’ Lalu ketika mendapat penugasan lain, responsnya jadi, ‘nanti dulu deh, saya sudah nyaman di sini.’
Saya justru berpandangan berbeda. Walaupun saya ingin menjadi seorang ahli atau top notch di bidang cyber security, jika saya punya pengalaman atau mendapat exposure di bidang lain—misalnya diberi tugas masuk ke dunia bisnis—maka ketika saya kembali ke posisi spesialisasi, cara pandang saya akan berbeda. Pemikiran saya bisa jadi lebih tajam.
Hal yang sama berlaku untuk bidang lainnya. Misalnya, teman-teman yang sekarang bekerja di marketing lalu mendapat kesempatan mencoba sales. Ketika sudah menjalani sales dan kemudian kembali lagi ke marketing, pandangan yang terbentuk akan lebih kaya. Exposure yang berbeda akan memperluas cara kita berpikir, memperkaya cara kita mengambil keputusan, dan pada akhirnya perspektif serta pengetahuan akan semakin luas. Itu tentu sangat bermanfaat bagi diri sendiri. Benar, betul.
Bisa diceritakan peran CIO dalam proses megamerger ini? Dan apa keuntungan utama dari merger ini?
Jadi, kalau dilihat dari kacamata shareholder, tentu banyak pihak yang menimbang benefitnya. Dalam lanskap industri telekomunikasi, merger membawa sejumlah keuntungan, terutama soal economies of scale. Jika masing-masing perusahaan berjalan sendiri, biayanya jelas lebih besar dan kurang efisien dibandingkan ketika bergabung.
Contohnya, XL Axiata sebelumnya harus membangun lebih dari 40 ribu tower untuk menjangkau Sabang sampai Merauke, dan hal yang sama juga perlu dilakukan oleh Smartfren. Setelah menjadi XLSMART, jumlah tower yang dibutuhkan tidak sebanyak itu, sehingga jauh lebih efisien. Economies of scale juga menciptakan daya saing baru. Saat bernegosiasi dengan mitra, posisi kami lebih kuat karena membawa volume yang lebih besar. Jadi, dari sisi shareholder, sinergi ini jelas memberi nilai tambah.
Selain itu, masing-masing pihak membawa kekuatan berbeda. XL Axiata dengan jaringan grupnya menghadirkan banyak pengetahuan, termasuk footprint di negara-negara Asia Tenggara. Sementara Sinarmas memiliki ekosistem yang sangat kaya. Ketika dua entitas ini digabungkan, otomatis benefit dari ekosistem yang sudah ada sebelumnya akan saling melengkapi. Hasilnya akan jauh lebih baik.
Kalau dari sisi konsumen, apa keuntungan terbesar setelah merger?
Dari kacamata konsumen, pertanyaan yang paling sering muncul adalah soal jaringan. Orang sering bertanya, “Apakah di luar Pulau Jawa ada jaringan XLSMART?” Sekarang kami punya lebih dari 50 ribu power site di seluruh Nusantara. Jadi cakupan jaringan sudah sangat luas, seharusnya bisa full coverage.
Bagi pelanggan, manfaat utamanya ada tiga. Pertama, jaringan lebih luas dan kualitas lebih baik. Kedua, spektrum atau frekuensi yang digabungkan membuat layanan semakin lancar. Ketiga, kini ada tiga brand—XL, Axis, dan Smartfren—sehingga konsumen punya lebih banyak pilihan paket dan bundling sesuai kebutuhan. Ditambah dengan jangkauan distribusi yang lebih luas, produk dan layanan akan lebih mudah diakses, tentunya dengan kualitas yang lebih baik.
Apa pesan Anda untuk generasi muda yang ingin berkarier seperti Anda?
Salah satu hal yang paling menonjol dan penting adalah rasa ingin tahu atau curiosity. Itu yang sebaiknya terus diasah dan dipelihara oleh teman-teman semua.
Selain itu, penting juga untuk berani mengambil setiap kesempatan yang datang. Saat ada peluang, jangan takut—langsung coba saja, bersikaplah proaktif. Paling buruk, kita hanya gagal. Tapi kalau berhasil, upside-nya bisa sangat besar.