BUSINESS

Bertahan di Tengah Pandemi, Nilai Ekspor Batik Tetap Tinggi

Nilai ekspor batik tembus US$ 21,54 juta.

Bertahan di Tengah Pandemi, Nilai Ekspor Batik Tetap TinggiBatik tulis pekalongan. Shutterstock/Maharani afifah
04 October 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE-Pada tahun 2009 UNESCO menetapkan Batik Indonesia sebagai Masterpiece of The Oral and Intangible Heritage of Humanity sebagai pengakuan internasional bahwa batik Indonesia merupakan bagian kekayaan peradaban manusia. 

Tidak hanya memiliki nilai historikal, batik juga memiliki nilai ekspor tinggi yang masih mampu tumbuh di masa pandemi. Nilai ekspor batik pada Januari sampai Juli 2021 mencapai US$ 21,54 juta, sedangkan dalam periode Januari hingga Juni 2019 angka tersebut berada di posisi US$17,99 juta. 

Diversifikasi produk batik mendukung pemulihan ekonomi

Pertumbuhan nilai ekspor batik ini disebabkan oleh semakin banyak diversifikasi dari produk batik. Berdasarkan potensi itulah industri kerajinan dan batik didukung sebagai salah satu sektor yang dapat menjadi penopang agenda Pemulihan Ekonomi Nasional.

Negara yang menjadi pasar utama batik Indonesia antara lain Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Melihat potensi yang sangat besar, Pemerintah terus berupaya membuka pasar-pasar baru pada skala global. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan upaya ini diyakini dapat membantu kembali meningkatkan kinerja industri batik nasional di tengah dampak pandemi sekaligus semakin memperkenalkan beragam batik khas Indonesia.

“Batik yang diproduksi adalah batik tulis dan batik cap. Pemerintah berkomitmen bahwa batik ini selalu menjadi pakaian resmi seragam pemerintah,” katanya, dikutip dari keterangan resmi Senin (4/10).

Perada Batik Pekalongan merupakan salah satu contoh pelaku industri batik yang masih tetap bertahan di masa pandemi. Meskipun terdapat pengurangan jumlah pengrajin, usaha yang berdiri sejak tahun 2011 ini tetap berinovasi dan berproduksi untuk terus menggerakkan ekonomi daerah.

Berdasarkan keterangan Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja setempat, UKM sektor usaha batik di Kota Pekalongan berjumlah 871 unit usaha. Selama pandemi Covid-19 tetap mampu bertahan dan cenderung mengalami peningkatan jumlah pelaku usaha.

“Kita mengapresiasi seluruh stakeholders yang terlibat menggerakkan industri batik. Saya ucapkan selamat karena tetap mampu bertahan di masa pandemi, bahkan ekspornya naik,” kata Menko Airlangga, dalam kunjungannya ke pelaku usaha batik di Kota Pekalongan, Kamis (16/09).

Batik Ruzza membawa warisan budaya Indonesia ke mancanegara

Dulu orang menggunakan batik hanya untuk pergi ke acara formal, tapi kini lebih banyak anak-anak muda lebih percaya diri menggunakan batik. Selain itu, motif batik kini bisa diaplikasikan ke berbagai produk seperti tas, scarf, jam tangan, dan berbagai produk fesyen untuk segala usia termasuk anak-anak.

Peluang besar di industri batik dimanfaatkan salah satu pengrajin batik asal Pekalongan, Jawa Tengah, Muhammad Arif Budiyanto. Pemilik Batik Ruzza ini, sudah menekuni bisnisnya sejak 2015 dan fokus pada pembuatan batik untuk anak-anak.

Arif menggeluti bisnis tersebut bukan tanpa alasan karena orang tuanya memiliki usaha jasa konveksi dalam menjahit baju batik. Darah bisnis akhirnya menetes kepada Arif, tapi dia memilih fokus menjual produk jahitan sendiri.

Atas kegigihannya dalam menggeluti batik Pekalongan khususnya batik untuk anak-anak, Arif yang membuka Toko Batik Ruzza akhirnya dapat menembus pasar ekspor dan membawa warisan budaya Indonesia ke panggung dunia bersama Shopee.

Pria itu mengaku punya alasan tersendiri dalam menekuni usaha batik untuk anak-anak dan memasarkannya melalui e-commerce. Menurut dia, batik untuk anak itu susah dicari karena jarang sekali ada penjual yang fokus pada batik anak. Sejauh ini, lebih banyak penjual batik untuk remaja dan dewasa di Indonesia.

Dalam menggeluti usahanya, Arif membeli kain batik dari pengrajin batik lokal Pekalongan yang merupakan langganan orang tuanya. Ia dibantu oleh komunitas penjahit di Pekalongan yang kebanyakan ibu rumah tangga dan beberapa di antaranya mengerjakan jahitannya di rumah Arif maupun di rumah masing-masing.

Awalnya, Arif hanya menjual batik anak, tetapi banyak permintaan batik dewasa dengan motif kembar dengan anak, mendorongnya memproduksi batik dewasa. Sejak awal berdiri, Batik Ruzza juga hanya fokus pada atasan batik. Dengan demikian, konversi terhadap pembelian di Batik Ruzza makin besar.

Langkah jauh menuju pasar ekspor ditekuni sejak 2015, diawali perkenalannya dengan Shopee. "Awalnya saya mengunduh untuk belanja, tapi akhirnya saya mencoba mengembangkan bisnis batik secara digital di Shopee," ujarnya, dilansir ANTARA, Senin (4/10).

Kegigihan Arif sudah terlihat sejak awal. Ia rajin mengikuti kelas setiap minggunya dan tim Shopee pun turut membantu mendampingi untuk memastikan bahwa pemilik toko Batik Ruzza itu memahami betul setiap fitur dan program yang ada di Shopee.

Dalam perkembangannya, Batik Ruzza dibantu oleh 20 karyawan yang terdiri atas penjahit dan tim pengemasan. "Dengan perkembangan batik sekarang, berjualan di platform e-commerce seperti Shopee membantu saya untuk menjangkau pasar lebih luas lagi, bahkan sampai ke luar negeri. Saya juga bangga bisa membawa warisan budaya Indonesia ke mancanegara," katanya.

Related Topics