BUSINESS

Jelang IPO, GoTo Dapat Investasi dari Abu Dhabi Senilai US$400 Juta

GoTo siapkan bisnis untuk pertumbuhan eksponensial.

Jelang IPO, GoTo Dapat Investasi dari Abu Dhabi Senilai US$400 JutaLogo GoTo. (Shutterstock/Adansijav Official)
by
21 October 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE –  GoTo Group, perusahaan hasil merger Gojek dengan Tokopedia, menandatangani perjanjian dengan anak usaha Abu Dhabi Investment Authority (ADIA). Perjanjian itu menjadikan lembaga tersebut memimpin penggalangan dana pra-IPO GoTo dengan nilai investasi US$400 juta atau sekitar Rp5,7 triliun. 

“Kami bangga menyambut ADIA sebagai investor terbaru di perusahaan, dan yang pertama dalam penggalangan dana pra-IPO kami, selagi kami menyiapkan bisnis untuk pertumbuhan eksponensial untuk tahun-tahun mendatang. Dukungan dengan skala seperti ini menegaskan keyakinan kami bahwa Indonesia dan Asia Tenggara akan menjadi tujuan besar selanjutnya untuk investasi teknologi,” kata CEO GoTo Group, Andre Soelistyo, dalam keterangannya, Rabu (20/10).

Saat ini, GoTo masih dalam proses untuk menggelar penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) yang belum ditentukan waktunya. Tetapi, informasi dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan aksi tersebut bakal dilakukan awal 2022.

Transaksi tersebut merupakan investasi pertama Departemen Private Equities ADIA ke dalam perusahaan teknologi Asia Tenggara, dan sekaligus investasi terbesarnya di Indonesia. ADIA akan menjadi investor terbaru yang masuk ke dalam daftar investor global GoTo saat ini, menyusul Alibaba Group, Astra International, Facebook, Global Digital Niaga (GDN), Google, KKR, PayPal, Sequoia Capital India, SoftBank Vision Fund 1, Telkomsel, Temasek, Tencent dan Warburg Pincus.

Direktur Eksekutif Departemen Private Equities ADIA, Hamad Shahwan Al Dhaheri, mengatakan investasinya di GoTo sejalan dengan visi-misi perusahaannya untuk terus menumbungkan ekonomi digital di negara-negara Asia Tenggara. Ia mengaku melihat potensi yang kuat di wilayah ini, terutama di Indonesia, yang perekonomian dinamisnya mendorong ADIA untuk terus hadir di kawasan ASEAN.

 “Kami telah mengikuti dengan cermat berbagai pekerjaan yang telah dilakukan oleh Gojek dan Tokopedia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan inovasi di kawasan ini, bahkan sebelum mereka bersatu. Kami sangat senang bisa bermitra dengan GoTo dan tim manajemennya di fase perkembangan selanjutnya,” ujarnya.

Layanan yang disediakan GoTo mencakup transportasi on-demand, e-commerce, pengantaran makanan dan kebutuhan sehari-hari, logistik dan pergudangan, serta layanan keuangan. GoTo Group menghasilkan lebih dari 1.8 miliar transaksi pada 2020 dengan total nilai transaksi bruto (GTV) lebih dari US$22 miliar.

Menakar respons pasar IPO GoTo

Kepala Center of Innovation and Digital Economy Indef, Nailul Huda, menyoroti aksi GoTo untuk melantai di pasar modal Indonesia sangat dinantikan pelaku pasar. Pasalnya, perusahaan digital ini sudah sangat populer di tengah masyarakat. "Bagi investor di pasar modal, adanya emiten GoTo pasti akan menambah alternatif investasi di bidang teknologi. Jadi primadona baru pasti di awal IPO karena hype teknologi,” kata dia, Kamis (21/10)

Merujuk data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) 14 Oktober 2021, jumlah investor pasar modal alami meningkat hampir 2 kali lipat dari pencapaian tahun lalu, sehingga totalnya saat ini adalah 6,5 juta.

Jumlah tersebut didominasi kaum muda. Dengan begitu, pertumbuhan dan aktivitas investor pasar modal secara otomatis akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Investor pasar saham saat ini banyak yang milenial yang notabene tertarik dengan yang berbau teknologi. Jadi akan ramai ketika IPO nantinya," kata dia.

Meski demikian, Huda menekankan para investor agar mempertimbangkan prospek industri tersebut sebelum mengambil keputusan berinvestasi di GoTo. Cerminannya adalah sejumlah emiten yang telah menggelar IPO, tetapi sahamnya malah turun tajam pasca-perdagangan.

BEI akan lebih adaptif

Pada kesempatan berbeda, kehadiran banyak perusahaan rintisan bidang teknologi yang akan melakukan IPO membuat BEI akan bersikap adaptif. Terutama dalam menyiapkan regulasi khusus untuk para unicorn.

"Kalau melihat landscape persaingan pasar modal, tentu kita harus adaptif. BEI selalu berkomitmen untuk jadi rumah pertumbuhan dan kita melihat sisi mana lagi yang bisa diakomodasi sehingga semua perusahaan yang mengutilisasi teknologi juga akan kita akomodasi, untuk itu peraturan I-A berubah," ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna.

Perubahan peraturan I-A dilakukan BEI untuk mengakomodasi keinginan unicorn-unicorn Indonesia yang menargetkan papan utama atau mainboard. Bukan hanya terkait posisi nantinya. Namun, ke depan, perusahaan-perusahaan dimaksud akan mudah mengumpulkan pendanaan.

Related Topics